Komuni, Sakramen Perjamuan Kudus. Darah Kristus yang berharga
Perjanjian Baru sangat sering berbicara tentang pembenaran kita melalui Darah Kristus (misalnya, 1 Yohanes 1:7; Wahyu 5:9; 12:11; Rom 5:9). Untuk memahami dengan benar makna Darah Kristus, pertama-tama kita harus memahami dengan benar prinsip Alkitab bahwa “ jiwa setiap tubuh Ada darahnya"(Imamat 17,14). Tubuh tidak dapat hidup tanpa darah, oleh karena itu darah melambangkan kehidupan. Dan justru di sinilah letak penjelasan perkataan Kristus: “ Jika kamu tidak makan daging Anak Manusia dan minum darah-Nya, kamu tidak akan mempunyai hidup di dalam dirimu"(Yohanes 6:53).
Dosa membawa kematian (Rm. 6:23), yaitu. pertumpahan darah yang menjadi sandaran kehidupan. Oleh karena itu, setiap kali seorang Israel berbuat dosa, ia diharuskan menumpahkan darah sebagai pengingat bahwa dosa membawa kematian. " Dan hampir semuanya sesuai hukum(kepada Moiseev) disucikan dengan darah, dan tanpa penumpahan darah tidak ada pengampunan"dosa (Ibr. 9:22). Oleh karena itu, menutupi Adam dan Hawa dengan daun ara tidak diterima, tetapi digantikan oleh Tuhan dengan pakaian yang terbuat dari kulit binatang yang jelas-jelas telah Dia bunuh (seekor domba - Kej. 3:7,21). Demikian pula, pengorbanan Habel, tidak seperti pengorbanan Kain, diterima hanya karena dia memahami pengorbanan seperti apa yang dituntut Tuhan dari manusia, yang tidak membawa sayur-sayuran dan buah-buahan, tetapi dari anak sulung dari kawanan ternaknya (Kej. 4:3-5).
Semua ini adalah gambaran pencurahan Darah Kristus. Gambaran ini terutama terlihat jelas pada Paskah Yahudi, ketika orang Israel mengolesi kusen pintu dengan darah anak domba yang telah mereka sembelih agar mereka dapat diselamatkan dari kematian. Menurut Hukum Musa, sebelum Yesus Kristus, orang-orang Yahudi mengorbankan hewan untuk dosa-dosa mereka, yang hanya merupakan gambaran, bayangan masa depan. Dosa dihukum dengan kematian (Rm. 6:23), dan oleh karena itu kematian seekor hewan tidak mungkin menggantikan kematian orang berdosa atau menjadi gambaran lengkap dari korban. Karena hewan yang dikorbankan itu sendiri tidak bersalah, tidak berbuat apa-apa, tidak membawa kebaikan atau keburukan, singkatnya, “ tidak mungkin darah lembu jantan dan darah kambing menghapus dosa(Ibr. 10:4).
Timbul pertanyaan, mengapa dalam hal ini orang-orang Yahudi mempersembahkan kurban karena dosa? Dalam Gal.3:24, Rasul Paulus merangkum semua kemungkinan jawaban menjadi satu: “ Hukum Taurat adalah guru kita bagi Kristus" Hewan yang dikorbankan karena dosa harus tidak bercela (Keluaran 12:5; Im 1:3,10, dst.). Ini adalah gambar Kristus, " domba yang bersih dan tak bernoda"(1 Ptr.1:19). Ternyata itu darah binatang jalan Darah Kristus. Hal-hal tersebut diterima oleh Allah hanya karena hal-hal tersebut merupakan contoh dari pengorbanan sempurna yang harus dilakukan Kristus. Karena alasan inilah, karena pengorbanan hewan merupakan salah satu bentuk pengorbanan Kristus, maka Allah mengampuni dosa umat-Nya. Kematian Kristus adalah untuk penebusan dari kejahatan yang dilakukan dalam perjanjian pertama"(Ibr.9:15), yaitu. di bawah hukum Musa (Ibr. 8:5-9). Semua kurban yang dipersembahkan menurut hukum Taurat menunjuk pada kurban yang sempurna, kurban Yesus Kristus, yang menghapus dosa melalui kurban-Nya (Ibr. 9:26; 13:11,12; Rom. 8:3; lih. 2 Kor. 5 :21) .
Dalam Pelajaran 7.3 kita telah menyebutkan bahwa hampir seluruh Perjanjian Lama, dan khususnya hukum Musa, didedikasikan kepada Yesus Kristus. Menurut hukum, pendekatan kepada Tuhan dimungkinkan melalui imam besar, karena menurut perjanjian lama, dia adalah mediator antara Tuhan dan manusia, sama seperti di bawah perjanjian baru - Kristus (Ibr. 9:15). " Hukum mengangkat mereka yang mempunyai kelemahan sebagai imam besar; dan kata itu adalah sumpah... meletakkan Nak, selamanya sempurna"(Ibr. 7:28). Karena para pendeta itu sendiri adalah orang berdosa, mereka tidak bisa benar-benar memohon pengampunan bagi orang lain. Hewan yang dikorbankan karena dosa juga tidak bisa secara sempurna melambangkan orang berdosa, melambangkan dia. Diperlukan pengorbanan manusia yang sempurna, yang dalam segala hal akan mewakili setiap orang berdosa, dan yang akan menjadi penebusan bagi setiap orang yang menyatukan dirinya dengan pengorbanan tersebut. Seorang imam besar yang sempurna juga diperlukan, yang bisa bersimpati dengan mereka yang menjadi perantaranya, yang, seperti mereka, sendiri yang akan melewati semua godaan (Ibr. 2:14-18).
Yesus Kristus sepenuhnya memenuhi semua persyaratan ini: “ Beginilah hendaknya Imam Besar kita: kudus, bebas dari kejahatan, tak bercacat"(Ibr. 7:26). Dia tidak perlu lagi berkorban untuk dosa sepanjang waktu dan Dia tidak bisa mati lagi (Ibr. 7:23,27). Inilah sebabnya Kitab Suci menyebut Kristus sebagai Imam Besar kita: “ Oleh karena itu Dia selalu dapat menyelamatkan mereka yang datang kepada Tuhan melalui Dia, selalu hidup untuk menjadi perantara bagi mereka."(Ibr. 7:25). Karena Kristus memiliki sifat kita, Imam Besar yang lebih baik tidak dapat dibayangkan, karena Dia dapat “ merendahkan diri terhadap orang-orang bodoh dan sesat, karena Dia sendiri(dulu) terbebani dengan kelemahan(Ibr.5:2), karena Dia, seperti kita, mengambil bagian dalam daging dan darah (Ibr.2:14).
Sama seperti di antara orang-orang Yahudi, imam besar adalah satu-satunya perantara antara mereka dan Tuhan, demikian pula di antara orang-orang Israel rohani (mereka yang mengetahui Injil yang benar dan dibaptis ke dalam Kristus dengan baptisan “satu”), satu-satunya Imam Besar adalah Yesus Kristus. Dia adalah Imam Besar agung yang memimpin rumah Allah (Ibr. 10:21), dihuni oleh mereka yang dilahirkan kembali dalam air baptisan (1 Ptr. 2:2-5) dan hidup hanya dalam pengharapan Injil (Ibr. .3:6).
Kesadaran akan segala manfaat perantaraan Kristus seharusnya mendorong kita untuk dibaptis dalam nama-Nya. Kalau tidak, Dia tidak akan bisa menjadi perantara bagi kita.
Setelah dibaptis dalam Kristus, dalam segala hal kita hendaknya bersandar pada Imamat Tinggi-Nya, karena untuk itulah kita dipanggil. " Oleh karena itu, melalui Dia marilah kita senantiasa mempersembahkan korban puji-pujian kepada Tuhan“(Ibrani 13:15). Tuhan memberi kita Kristus Imam agar kita memuliakan Dia. Dalam Ibrani 10:21-25 tertulis apa yang perlu kita lakukan, memiliki Imam Besar seperti Yesus Kristus, “ imam agung atas rumah Allah»:
1. marilah kita mendekat dengan hati ikhlas, penuh iman, setelah membersihkan hati kita dari hati nurani yang jahat dengan cara memercik dan membasuhnya dengan air bersih.“- menerima imamat Kristus berarti kita dibaptis (dibasuh dengan air) ke dalam Dia dan hidup, menyucikan pikiran kita, hati kita, hati nurani kita dengan Darah-Nya, percaya bahwa melalui penyucian Kristus kita menjadi satu dengan Tuhan;
2. « marilah kita berpegang teguh pada pengakuan pengharapan tanpa bimbang", - tanpa menyimpang dari kebenaran yang membawa kita pada pengakuan imamat Kristus;
3. « marilah kita saling memperhatikan, saling mendorong untuk saling mencintai... janganlah kita meninggalkan pertemuan bersama", - yaitu. kita harus diikat oleh ikatan cinta timbal balik dengan mereka yang, seperti kita, telah menerima Kristus sebagai Imam Besar mereka, yang, khususnya, disajikan dengan perjamuan cinta kita, di mana kita mengingat pengorbanan-Nya (lihat Pelajaran 11.3.5).
Memahami semua ini, jika kita dibaptis dan tinggal di dalam Kristus, seharusnya membuat kita yakin akan kemungkinan nyata keselamatan kita: “ Karena itu mari kita mulai dengan keberanian ke takhta kasih karunia untuk menerima belas kasihan dan menemukan kasih karunia untuk pertolongan pada saat dibutuhkan"(Ibr.4:16).
“Saya ingin beralih ke Sakramen Perjamuan.”, beritahu saya, Sakramen macam apa ini?
Inilah inti Gereja, inti Tubuh Kristus, dan Sakramen, yang sama dengan Gereja. Dalam Tulisan Rasul Paulus, Gereja disebut Tubuh Kristus, dan Sakramen Perjamuan disebut Sakramen Tubuh dan Darah Kristus, namanya bertepatan, sehingga Sakramen Gereja bertepatan dengan Ekaristi, Sakramen Perjamuan. Sakramen ini merupakan ekspresi maksimal dari semangat gereja dan esensi gereja.
Pengakuan Iman ini hanya menyebutkan Sakramen Pembaptisan saja, yang bertujuan untuk pengampunan dosa. Setelah pembaptisan, ekspresi maksimal dari pembaptisan dan kehidupan gereja adalah Sakramen Tubuh dan Darah Kristus - pelayanan di mana kita mempersembahkan korban tak berdarah kepada Allah dan memakan Tubuh dan Darah Tuhan Yesus Kristus dalam bentuk roti dan anggur, seperti yang pertama kali dalam sejarah dunia pada Perjamuan Terakhir.
Apa yang dimaksud dengan Sakramen Tubuh dan Darah Kristus? Selama itu, apakah transformasi anggur dan roti menjadi Tubuh dan Darah Kristus terjadi?
Roti dan anggur adalah inti dari pengorbanan tanpa darah. Pengorbanan berdarah dilakukan sebelum kedatangan Tuhan Yesus Kristus ke dunia, ini melambangkan penumpahan darah hewan. Orang-orang merasa bahwa dosa menyerukan penumpahan darah, dan tanpa hal ini tidak ada pengampunan dosa, seperti yang dikatakan Rasul Paulus dalam Suratnya kepada Orang Ibrani. Dan perwakilan penumpahan darah domba dan merpati merupakan indikasi penumpahan darah yang sesungguhnya, yang akan memberi kita pengampunan dosa. Penderitaan Kristus di Golgota inilah yang ditandai dengan pengorbanan berdarah. Sejak Darah Kristus dicurahkan, tidak perlu lagi mengorbankan darah hewan yang tidak berdosa karena dosa kita. Darah hewan adalah penggantinya: Saya berdosa - anak domba disembelih. Artinya, dosa tidak hanya membutuhkan darah, tetapi juga bukan darah diri sendiri. Kristus adalah Anak Domba itu, Anak Domba Allah, yang menanggung segala dosa dunia dan menumpahkan darah bagi saya dan bagi anda, dan bagi setiap orang yang menjaga kita, dan bagi setiap orang yang belum dilahirkan ke dalam dunia, dan bagi mereka yang hidup sejak Adam sampai sekarang. Kristus mempersembahkan pengorbanan yang sempurna dan memuaskan demi keselamatan setiap orang percaya.
Sebelum disalib, Kristus melaksanakan Perjamuan Terakhir, yang di tengah-tengahnya Ia menetapkan Sakramen Perjamuan, dan di mana kata-kata diucapkan yang sekarang terdengar terus-menerus:
Terimalah dan makanlah TubuhKu, yang dipecah-pecahkan untukmu demi pengampunan dosa.
Roti itu diberkati dan dibagikan kepada para murid. Secangkir anggur anggur merah diberkati dengan kata-kata:
Minumlah, kamu semua, inilah Darah-Ku yang ditumpahkan bagi kamu dan bagi banyak orang demi pengampunan dosa.
Menurut Penginjil Lukas, kata-kata itu ditambahkan:
Lakukanlah ini untuk mengingat-Ku, yaitu mengulanginya.
Dengan demikian, Sakramen Ekaristi, Sakramen Pengucapan Syukur, ditetapkan, di mana orang makan dan minum, dengan menyamar sebagai roti dan anggur, Tubuh dan Darah Tuhan Yesus Kristus.
Bagaimana roti dan anggur yang dibawa ke kebaktian menjadi Tubuh dan Darah adalah pembicaraan tersendiri. Umat Kristiani di Barat berbeda dengan umat Kristiani di Timur dalam hal mereka mencoba memberikan definisi yang tepat terhadap setiap peristiwa: bagaimana hal itu terjadi. Teologi Ekaristi umat Katolik membahas pertanyaan apakah atom roti diubah menjadi atom daging, atom anggur menjadi atom darah, apakah terjadi perubahan substansi. Pemikiran teologis mereka berkisar pada hal ini selama berabad-abad.
Gereja Timur, di mana kita berada, tidak memperbolehkan kita berbicara dalam istilah-istilah ini mengenai misteri Tubuh dan Darah. Beliau menceritakan kepada kita bahwa setelah berdoa kepada Gereja dan imam Roh Kudus atas roti dan anggur, yang dipersembahkan kepada Allah dalam bentuk pemberian, roti tersebut menjadi Tubuh Tuhan Yesus Kristus yang sejati, dengan tetap mempertahankan semua kualitas fisik roti. Piala berisi darah sejati Tuhan Yesus Kristus, yang telah menjaga semua kualitas fisik anggur, demi kenyamanan makan oleh orang percaya. Dengan keengganan memakan daging dan darah manusia, manusia tidak akan bisa memakan daging dan darah asli. Kita benar-benar memakan Tubuh dan Darah Kristus yang sejati, sebagaimana diajarkan Gereja kepada kita. Ketika kita bertanya pada diri sendiri bagaimana hal ini terjadi, Gereja menjawab: cukup bagi Anda untuk mengetahui bahwa hal ini dicapai oleh Roh Kudus. Kehalusan transformasi lebih lanjut seharusnya tidak menimbulkan rasa ingin tahu. Kami percaya bahwa ini adalah Tubuh dan Darah, dan setelah menerimanya, kami mengetahuinya melalui kekuatan tindakan mereka. Kekuatan tindakan Hadiah pada seseorang mengungkapkan sifat aslinya.
Kristus menurut daging adalah manusia biasa. Bagaimana seseorang dapat melihat di dalam Dia Anak Allah, Raja para Malaikat dan Tuhan yang sejati? Tidak ada lingkaran cahaya di atasnya, dia tidak tinggi atau rendah, dia muda, kuat, tanpa cacat, tetapi juga tanpa ciri-ciri eksternal dewa. Dia berpenampilan Yahudi, pakaiannya sesuai dengan zaman dan orang-orang ketika Dia hidup. Secara lahiriah, Dia tidak menunjukkan sifat ketuhanan-Nya dengan cara apa pun; sifat ketuhanan-Nya hanya dapat diketahui melalui tindakan-Nya. Misalnya, ketika Dia mengampuni dosa manusia, orang Farisi menggerutu: tidak ada yang bisa mengampuni dosa manusia, kecuali Tuhan saja. Dan Dialah Tuhan Yang Maha Esa yang meninggalkan dosa, membangkitkan orang lumpuh, mengusir setan, berjalan di atas air, memperbanyak roti, membangkitkan orang mati, meramal masa depan, memanggil nama orang asing, menghibur pelacur yang menangis dengan perkataan bahwa dosa-dosanya dimaafkan. Dia datang ke dunia untuk menyelamatkan orang berdosa, dan Dia bekerja dengan luar biasa. Dan dengan segala kesederhanaan Kristus, tindakan-tindakan-Nya sederhana dan penuh kuasa secara ilahi.
Demikian pula dengan Misteri Kudus: sambil menjaga penampilan duniawinya, roti dan anggur yang dikorbankan, setelah menjadi Tubuh dan Darah, tetap mempertahankan penampilan roti dan anggur, tetapi dari pengaruhnya terhadap kita, kita tahu bahwa kita telah bergabung dengan Tubuh dan Darah. Tuhan bangkit dari kematian Yesus.
Imam Agung Andrey Tkachev
Ekaristi (secara harfiah berarti "ucapan syukur") adalah sakramen Kristiani yang terbesar roti dan anggur diubah oleh Roh Kudus menjadi Tubuh sejati dan Darah sejati Tuhan Yesus Kristus, dan kemudian orang-orang percaya mengambil bagian di dalamnya untuk persatuan terdekat dengan Kristus dan kehidupan kekal.Sakramen ini disebut Ekaristi; Perjamuan Tuhan; Meja Tuhan; Sakramen Tubuh dan Darah Kristus. Tubuh dan Darah Kristus dalam sakramen ini disebut Roti Surga dan Cawan Kehidupan, atau Cawan Keselamatan; misteri suci; Pengorbanan tanpa darah.
Sakramen Perjamuan Kudus ditetapkan oleh Tuhan kita Yesus Kristus sendiri pada Perjamuan Terakhir Terakhir, pada malam penderitaan dan kematian-Nya (Matius 26:26-28; Markus 14:22-24; Lukas 22:19-24; 1 Kor.11, 23-25).
Setelah mengikutsertakan para murid, Tuhan memerintahkan: “Lakukan ini sebagai peringatan akan Aku” (Lukas 22:19). Pengorbanan ini harus dilakukan sampai Dia datang (1 Kor. 11:26), seperti yang diperintahkan rasul. Paulus, yaitu. sampai kedatangan Tuhan yang kedua kali.
Dalam Sakramen Ekaristi - pada saat pendeta, menyerukan Roh Kudus untuk pemberian yang dipersembahkan - roti dan anggur sebenarnya diubah (ditransubstansiasi) menjadi Tubuh dan Darah melalui masuknya Roh Kudus, sebagai Juruselamat bersabda: “Daging-Ku benar-benar makanan, dan darah-Ku benar-benar minuman” (Yohanes 6:55). Setelah momen ini, meskipun mata kita melihat roti dan anggur di St. makanan, tetapi pada hakikatnya, yang tidak terlihat oleh mata indra, inilah Tubuh sejati dan Darah sejati Tuhan Yesus Kristus, hanya dalam “bentuk” roti dan anggur.
Ajaran tentang sakramen kudus Perjamuan ini terkandung dalam semua Bapa Suci, mulai dari yang paling kuno.
Meskipun roti dan anggur diubah dalam sakramen menjadi Tubuh dan Darah Tuhan, Dia ada dalam sakramen ini dengan seluruh keberadaan-Nya, yaitu. Jiwa-Nya dan Keilahian-Nya yang tidak dapat dipisahkan dari kemanusiaan-Nya.
Sekalipun Tubuh dan Darah Tuhan diremukkan dan dipisahkan dalam Sakramen Komuni, kami percaya bahwa dalam setiap bagiannya - dan dalam partikel terkecilnya - St. Misteri diterima oleh mereka yang mengambil bagian dalam Kristus seutuhnya menurut hakikat-Nya, yaitu. dengan jiwa dan keilahian, sebagai Tuhan yang sempurna dan Manusia yang sempurna.
Karena Tuhan-Manusia Kristus adalah satu ibadah Ilahi yang tak terpisahkan baik dalam Keilahian maupun dalam kemanusiaan, karena kesatuannya yang tak terpisahkan, maka misteri-misteri suci Ekaristi harus diberikan penghormatan dan penyembahan yang sama seperti kita berhutang kepada Tuhan Yesus Kristus Sendiri.
Kurban Ekaristi bukanlah pengulangan kurban Juruselamat di kayu salib, namun merupakan persembahan Tubuh dan Darah kurban, yang pernah ditinggikan oleh Penebus kita di kayu salib. Pengorbanan-pengorbanan ini tidak dapat dipisahkan: mereka adalah pohon kehidupan penuh rahmat yang satu dan sama, yang ditanam oleh Tuhan di Kalvari. Tetapi mereka juga berbeda: pengorbanan yang dipersembahkan dalam Ekaristi disebut tanpa darah dan tanpa nafsu, karena terjadi setelah kebangkitan Tuhan. Juruselamat, yang setelah bangkit dari kematian, tidak lagi mati: kematian tidak lagi berkuasa atas Dia (Rm. 6:9); itu dipersembahkan tanpa penderitaan, tanpa menumpahkan darah, tanpa kematian, meskipun itu dilakukan untuk mengenang penderitaan dan kematian Anak Domba Ilahi.
Ekaristi juga merupakan kurban pendamaian bagi seluruh anggota Gereja. Sejak awal Kekristenan, pengorbanan tanpa darah dilakukan untuk mengenang dan pengampunan dosa baik yang hidup maupun yang mati.
Ekaristi Ilahi adalah landasan kehidupan liturgi Gereja Ortodoks Kristus, dan juga merupakan landasan kehidupan spiritual setiap orang Ortodoks. Tidak mungkin menjadi anggota Gereja tanpa mengambil bagian dalam Darah dan Tubuh Kristus.
Kehidupan rohani kita tidak dapat dipisahkan dari Ekaristi, karena Ekaristi adalah jalan paling pasti menuju keselamatan. Mengambil bagian dalam Tubuh dan Darah Tuhan adalah tugas yang penting, perlu, menyelamatkan dan menghibur setiap orang Kristen. Hal ini jelas dari perkataan Juruselamat: “Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, jika kamu tidak makan Daging Anak Manusia dan minum Darah-Nya, kamu tidak akan mempunyai hidup di dalam dirimu” (Yohanes 6:53-54 ).
Ekaristi membuat kita mengambil bagian dalam Kebangkitan Kristus dan pewaris kehidupan kekal.
Menyimpan buah atau tindakan Sakramen Ekaristi, dengan penyertaan yang layak, berikut ini:
Hal ini paling erat menghubungkan kita dengan Tuhan: “Barangsiapa makan Daging-Ku dan minum Darah-Ku, ia tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia” (Yohanes 6:56).
Ini memelihara jiwa dan tubuh kita dan berkontribusi pada penguatan, peningkatan, dan pertumbuhan kita dalam kehidupan rohani: “Barangsiapa memakan Aku, ia akan hidup oleh Aku” (Yohanes 6:57).
Bagi kita, hal ini berfungsi sebagai jaminan kebangkitan di masa depan dan kehidupan yang diberkati secara kekal: “Siapa pun yang makan roti ini akan hidup selama-lamanya” (Yohanes 6:58).
St Ignatius dari Antiokhia menyebut Tubuh dan Darah Kristus sebagai “obat keabadian, penawar agar tidak mati”.
Santo Filaret, Metropolitan Moskow menulis tentang efek penuh rahmat dari Ekaristi:
“Dengan banyaknya kuasa Makanan dan Minuman Ilahi, dengan banyaknya kebijaksanaan dan kebaikan Pemelihara Ilahi, buah nyata dari mengambil bagian dalam Perjamuan Tuhan tampak bagi orang beriman sebagai kegembiraan yang tak terlukiskan di dalam hati, kini sebagai keheningan yang manis di dalam jiwa, sekarang sebagai ketenangan pikiran, sekarang sebagai kedamaian yang mendalam di hati nurani, sekarang sebagai penenang dari godaan yang membebani, lalu lenyapnya penderitaan mental dan fisik, dan terkadang kesembuhan total, lalu perasaan cinta yang hidup kepada Tuhan atau peningkatan dalam semangat dan kekuatan untuk eksploitasi dan kebajikan spiritual. Namun apapun pengalaman kita dalam Misteri ini, saya akan berkata bersama Santo Krisostomus: “Biarlah firman Tuhan kita lebih benar baik dalam pikiran kita maupun dalam penglihatan kita.” Setelah Dia bersabda: Barangsiapa memakan Daging-Ku dan meminum Darah-Ku, ia tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia; siapa pun yang memakan Daging-Ku dan meminum Darah-Ku akan memperoleh hidup yang kekal (Yohanes 6:56, 54) - betapa beraninya kita, meskipun kita tidak layak mengambil bagian dalam Daging dan Darah-Nya, betapa kita berani menyangkal bahwa Dia ada di dalam kita, dan kita di dalam Dia, dan bahwa di dalam Dia kita “beroleh hidup yang kekal,” kecuali kita sendiri yang meninggalkan Dia, kecuali kita terjun kembali ke dalam kematian karena dosa?”
Doa-doa yang dihimpun oleh para bapa suci secara mendalam mengungkapkan makna penyelamatan dari sakramen agung ini. Tindak lanjut Perjamuan Kudus Dan doa syukur, membacanya, setiap orang Kristen bertanya:
“Semoga Tubuh-Mu yang Paling Murni dan Darah Ilahi menyertaiku untuk pengampunan dosa, persekutuan Roh Kudus, dan untuk kehidupan kekal, Kekasih umat manusia, dan keterasingan dari nafsu dan kesedihan.
Semoga jiwa dan ragaku disucikan, Guru, semoga aku tercerahkan, semoga aku diselamatkan, semoga rumah-Mu menjadi Persekutuan Misteri suci, dengan Engkau tinggal di dalam diriku bersama Bapa dan Roh, ya Sang Dermawan Agung.”
(Kanon Tindak Lanjut Perjamuan Kudus)
“Tetapi kiranya batu bara Tubuh-Mu Yang Mahakudus, dan DarahMu yang mulia, menjadi bagiku, untuk pengudusan dan pencerahan serta kesehatan jiwa dan ragaku yang rendah hati, untuk meringankan beban dosa-dosaku, untuk perlindungan dari setiap perbuatan jahat, untuk mengusir dan melarang keburukan dan adat istiadatku yang jahat, untuk mematikan nafsu, untuk memenuhi perintah-perintah-Mu, untuk penerapan rahmat Ilahi-Mu, dan perampasan Kerajaan-Mu."
(Doa 2, St. Yohanes Krisostomus)
“Tuan Tuhan Yesus Kristus, Tuhan kami... berilah aku tanpa kutukan untuk mengambil bagian dalam Misteri Ilahi-Mu, dan mulia, dan paling murni, dan memberi kehidupan, bukan dalam beban, atau dalam siksaan, atau dalam penambahan dosa, tetapi dalam pemurnian, dan pengudusan, dan pertunangan Kehidupan dan kerajaan masa depan, untuk tembok dan bantuan, dan untuk keberatan mereka yang melawan, untuk kehancuran banyak dosaku."
(Doa 4, St. Yohanes dari Damaskus)
Surat Para Leluhur Gereja Katolik Timur tentang Iman Ortodoks (1723):
“Kami percaya bahwa sakramen Mahakudus Ekaristi Kudus, yang kami tempatkan keempat di antara sakramen-sakramen di atas, secara misterius diperintahkan oleh Tuhan pada malam di mana Dia menyerahkan diri-Nya untuk kehidupan dunia. dan diberkati, Dia memberikannya kepada murid-murid dan Rasul-Nya, sambil berkata: “Ambil, makanlah, ini adalah tubuh-Ku.” Dan, sambil mengambil cawan itu, memberikan pujian, dia berkata: “Minumlah, kalian semua: inilah darah-Ku , yang ditumpahkan bagimu untuk pengampunan dosa.”
Kami percaya itu Tuhan kita Yesus Kristus hadir pada upacara sakral ini tidak secara simbolis, tidak secara kiasan (tipikos, eikonikos), bukan dengan rahmat yang melimpah, seperti dalam sakramen-sakramen lainnya, bukan dengan masuknya saja, seperti yang dikatakan beberapa Bapa tentang baptisan, dan bukan melalui penetrasi roti (kat Enartismon - per impanationem), sehingga Keilahian Sabda termasuk dalam roti yang dipersembahkan untuk Ekaristi, pada dasarnya (ipostatikos), seperti yang dijelaskan oleh para pengikut Luther dengan agak tidak kompeten dan tidak layak; tetapi sungguh-sungguh dan sungguh-sungguh, sehingga setelah konsekrasi roti dan anggur, roti itu dipecah-pecahkan, ditransubstansiasi, diubah, diubah menjadi tubuh Tuhan yang sesungguhnya, yang dilahirkan di Betlehem dari Perawan Abadi, dibaptis di sungai Yordan, menderita, dikuburkan, dibangkitkan, naik, duduk di sebelah kanan Allah Bapa, harus menampakkan diri di awan-awan surga; dan anggur diubah dan ditransubstansiasi menjadi darah Tuhan yang sebenarnya, yang selama penderitaan-Nya di kayu salib ditumpahkan demi kehidupan dunia.
Kami juga percaya bahwa setelah konsekrasi roti dan anggur, yang tersisa bukanlah roti dan anggur itu sendiri, melainkan tubuh dan darah Tuhan dalam bentuk dan gambar roti dan anggur.
Kami juga percaya bahwa tubuh dan darah Tuhan yang paling murni ini dibagikan dan masuk ke dalam mulut dan perut orang-orang yang ikut serta, baik yang saleh maupun yang fasik. Hanya kepada orang-orang saleh dan orang-orang yang menerimanya secara layak mereka diberikan pengampunan dosa dan kehidupan kekal, tetapi kepada orang-orang fasik dan mereka yang menerimanya secara tidak layak mereka dipersiapkan untuk hukuman dan siksaan kekal.
Kami juga percaya bahwa meskipun Tubuh dan Darah Tuhan terpisah dan terfragmentasi, hal ini terjadi dalam sakramen persekutuan hanya dengan jenis roti dan anggur, yang di dalamnya dapat terlihat dan berwujud, tetapi pada dirinya sendiri keduanya utuh sepenuhnya. dan tidak dapat dipisahkan. Mengapa Gereja Universal mengatakan: “Dia yang terpecah-pecah dan terpecah-belah terpecah-pecah, tetapi tidak terpecah-belah, selalu diracuni dan tidak pernah termakan, tetapi menerima komuni (tentu saja, secara layak) menguduskan.”
Kami juga percaya bahwa dalam setiap bagian, hingga partikel terkecil dari roti dan anggur yang dipersembahkan, tidak ada bagian yang terpisah dari tubuh dan darah Tuhan, melainkan tubuh Kristus, yang selalu utuh dan satu dalam semua bagiannya, dan Tuhan Yesus Kristus hadir dalam hakikat-Nya, lalu bersama jiwa dan Keilahian, atau Tuhan yang sempurna dan manusia yang sempurna. Oleh karena itu, meskipun pada saat yang sama terdapat banyak ritus suci di alam semesta, tidak banyak tubuh Kristus, namun Kristus yang satu dan sama benar-benar hadir, satu tubuh-Nya dan satu darah di semua Gereja umat beriman. . Dan ini bukan karena Tubuh Tuhan yang ada di surga turun ke atas altar, tetapi karena roti sajian, yang disiapkan secara terpisah di semua gereja dan, setelah konsekrasi, diterjemahkan dan diubah, dilakukan dengan cara yang sama dengan tubuh yang ada di surga. Sebab Tuhan selalu mempunyai satu tubuh, dan tidak banyak di banyak tempat. Oleh karena itu, sakramen ini, menurut pendapat umum, adalah sakramen yang paling ajaib, yang dipahami hanya dengan iman, dan bukan dengan spekulasi kebijaksanaan manusia, yang melaluinya kurban suci dan ditetapkan Tuhan ini bagi kita menolak kesia-siaan dan kecanggihan gila mengenai hal-hal Ilahi.”
Oleh karena itu, kita harus ingat bahwa Ekaristi membawa buah-buah penyelamatan ini hanya kepada mereka yang menghampirinya dengan iman dan pertobatan; mengambil bagian dalam Tubuh dan Darah Kristus secara tidak layak akan mendatangkan hukuman yang lebih besar lagi: “Barangsiapa makan dan minum secara tidak layak, ia makan dan minum hukuman bagi dirinya sendiri, tanpa memperhatikan Tubuh Tuhan. Itulah sebabnya banyak di antara kamu yang lemah dan sakit, dan banyak pula yang mati” (1 Kor. 11:29-30).
Yang Mulia John dari Damaskus:
“Tubuh dan darah Kristus masuk ke dalam susunan jiwa dan raga kita, tidak habis, tidak membusuk dan tidak dibuang (jangan sampai!), tetapi (masuk) ke dalam hakikat kita untuk melindungi, mencerminkan (dari kita) ) semua keburukan, bersihkan semua kotoran ; jika mereka menemukan (dalam diri kita) emas palsu, maka mereka membersihkannya dengan api penghakiman, “agar kita tidak dihukum bersama dunia” di abad berikutnya. Mereka membersihkan kita dari penyakit dan segala macam bencana, seperti yang dikatakan oleh Rasul ilahi: “Jika kita berpikir dengan diri kita sendiri, kita tidak akan “dihukum. Kita dihakimi, kita dihukum oleh Tuhan, jangan sampai kita dihukum bersama-sama dengan dunia” (1 Kor. 11:31 - 32). Dan inilah maksud perkataannya: barangsiapa mengambil bagian dalam tubuh dan darah Tuhan, “makan dan minum hukum secara tidak layak.” (1 Kor. 11:29) Dengan menyucikan diri kita melalui ini, kita dipersatukan dengan tubuh Tuhan dan dengan Roh-Nya dan menjadi tubuh Kristus.”
Umat Kristiani harus mempersiapkan diri menyambut sakramen Perjamuan Kudus dengan berpuasa yang terdiri dari puasa, doa, rekonsiliasi dengan semua orang, dan kemudian pengakuan dosa, yaitu pembersihan hati nurani dalam sakramen pertobatan.
Sakramen Komuni dilakukan selama liturgi.
Orang-orang Kristen mula-mula mengambil komuni setiap hari Minggu, tetapi sekarang tidak semua orang memiliki kemurnian hidup sehingga mereka bisa begitu sering menerima komuni. Pada abad ke-19 dan ke-20, St. Gereja memerintahkan kita untuk mengambil komuni setiap masa Prapaskah dan tidak kurang dari sekali dalam setahun. Saat ini, Gereja menyerahkan masalah frekuensi Komuni kepada para imam dan bapa rohani untuk memutuskan. Dengan bapa rohani seseorang harus menyepakati seberapa sering mengambil komuni, berapa lama dan seberapa ketat berpuasa sebelumnya.
Selama Perjamuan Terakhir, setelah mengetahui bahwa dia akan dikhianati oleh Yudas, Juruselamat memberikan murid-murid-Nya - para Rasul - dan Anda dan saya Hadiah yang paling berharga - Komuni Kudus. Mengambil roti di tangannya dan memberikannya kepada para murid, Tuhan bersabda: “ Ambil, makanlah: inilah Tubuhku(Mat. 26:26. Lihat juga: Markus 14:22. Luk 22:19); kemudian, ketika cawan terakhir seharusnya diminum, yang di atasnya pemberkatan tradisional juga seharusnya diucapkan, Yesus Kristus, sambil mengambil cawan itu, berkata: “ Minumlah darinya, kalian semua, karena inilah Darah-Ku Perjanjian Baru, yang ditumpahkan bagi banyak orang demi pengampunan dosa."(Mat. 26:27–28. Lihat juga: Markus 14:23-24. Lukas 22:20). Imam mengucapkan kata-kata yang sama setiap kali dalam Liturgi selama Ekaristi; dan anggur dan roti, dengan cara ajaib yang tidak diketahui, menjadi Tubuh dan Darah Kristus. Namun, banyak yang masih ragu: “ Apakah Hadiah-hadiah ini benar? Ataukah kita hanya diberi tahu hal ini untuk menguatkan keimanan kita?»
Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini diterima lebih dari seribu tahun yang lalu, ketika sebuah peristiwa terjadi di Italia, yang sekarang disebut “Keajaiban Lancia”, sesuai dengan nama tempat terjadinya. Apa yang terjadi disana?
Saat itu abad ke-8 sejak Kelahiran Kristus. Sakramen Ekaristi dirayakan di Gereja San Legontius di kota Lanciano, Italia kuno. Namun di dalam hati salah satu imam yang melayani Liturgi hari itu, tiba-tiba muncul keraguan apakah Tubuh dan Darah Tuhan yang tersembunyi di balik kedok roti dan anggur itu benar adanya. Kronik tidak menyebutkan nama hieromonk ini kepada kita, namun keraguan yang muncul dalam jiwanya menjadi penyebab mukjizat Ekaristi yang dipuja hingga saat ini.
Pendeta itu mengusir keraguan, tetapi keraguan itu terus menerus muncul kembali. " Mengapa saya harus percaya bahwa roti tidak lagi menjadi roti dan anggur menjadi Darah? Siapa yang akan membuktikannya? Apalagi secara lahiriah mereka tidak berubah sama sekali dan tidak pernah berubah. Mungkin ini hanya sekedar simbol, sekedar kenangan akan Perjamuan Terakhir…»
...Pada malam ketika Dia dikhianati, Dia mengambil roti... memberkatinya, memecahkannya, dan memberikannya kepada murid-murid-Nya, sambil berkata: “ Terimalah, rasakanlah: inilah tubuh-Ku yang dipecah-pecahkan untukmu demi pengampunan dosa" Juga cangkirnya, bertuliskan: “ Minumlah darinya, kamu semua: inilah Darah-Ku Perjanjian Baru, yang ditumpahkan bagi kamu dan bagi banyak orang demi pengampunan dosa.».
Imam mengucapkan kata-kata suci kanon Ekaristi dengan rasa takut, namun keraguan terus menyiksanya. Ya, Dia, anak domba kurban, dengan kuasa Ilahi-Nya dapat mengubah anggur menjadi darah dan roti menjadi Daging. Dia, yang datang atas kehendak Bapa Surgawi, mampu melakukan segalanya. Namun Dia sudah lama pergi, meninggalkan dunia yang penuh dosa ini dan memberinya kata-kata suci-Nya serta berkat-Nya sebagai penghiburan: Dan, mungkin, Daging dan Darah-Nya? Tapi apakah ini mungkin? Bukankah Sakramen Perjamuan yang sejati ikut serta bersama-Nya ke dunia surgawi? Bukankah Ekaristi Kudus hanya menjadi sebuah ritual – dan tidak lebih dari itu? Sia-sia sang pendeta berusaha memulihkan kedamaian dan keyakinan dalam jiwanya. Sementara itu, terjadi transubstansiasi. Dengan kata-kata doa, dia memecahkan Roti Ekaristi, dan kemudian seruan keheranan memenuhi gereja kecil itu. Di bawah jari hieromonk, Roti yang pecah tiba-tiba berubah menjadi sesuatu yang lain - dia tidak segera mengerti apa sebenarnya. Dan tidak ada lagi anggur di dalam cangkir - ada Cairan merah tua yang kental mirip dengan... Darah. Pendeta yang tertegun melihat benda di tangannya: itu adalah sepotong daging tipis, mengingatkan pada jaringan otot tubuh manusia. Para biarawan mengelilingi sang pendeta, terkagum-kagum dengan keajaiban tersebut, tidak mampu menahan keheranan mereka. Dan dia mengakui kepada mereka keraguannya, yang diselesaikan dengan cara yang ajaib. Setelah menyelesaikan Liturgi suci, dia diam-diam berlutut dan berdoa panjang lebar. Lalu apa yang dia doakan? Terima kasih atas tanda yang diberikan dari atas? Apakah Anda meminta maaf atas kurangnya iman Anda? Kita tidak akan pernah tahu. Namun satu hal yang benar-benar diketahui: sejak itu, di kota Lanciano, selama dua belas abad, Darah dan Daging yang ajaib, yang diwujudkan selama Ekaristi di gereja San Legontius (sekarang San Francesco), telah dilestarikan. Berita tentang mukjizat tersebut dengan cepat menyebar ke seluruh kota dan wilayah terdekat, dan barisan peziarah mencapai Lanciano.
Menurut kesaksian orang-orang sezaman dengan mukjizat tersebut, Darah yang terwujud kemudian menggumpal menjadi lima bola dengan bentuk berbeda, yang kemudian mengeras. Menariknya, masing-masing bola ini, jika diambil secara terpisah, memiliki berat yang sama dengan kelima bola tersebut jika digabungkan. Hal ini bertentangan dengan hukum dasar fisika, namun ini adalah fakta yang masih belum dapat dijelaskan oleh para ilmuwan. Ditempatkan dalam mangkuk antik yang terbuat dari sepotong batu kristal, darah ajaib tersebut telah terlihat oleh mata para peziarah dan pelancong yang mengunjungi Lanciano selama dua belas abad.
Ortodoksi.info
Dilihat (84) kali
Pembaca portal diundang ke artikel oleh Imam Besar Konstantin Bufeev, yang merupakan tanggapan terhadap publikasi ketua Departemen Hubungan Gereja Eksternal Patriarkat Moskow dan Komisi Teologi Biblika Sinode, Metropolitan Hilarion (Alfeev) dari Volokolamsk - “Piala Ekaristi pada Liturgi Katedral” (JMP No. 9, 2011). Artikel oleh Imam Besar Konstantin Bufeev diterbitkan dalam edisi penulis, dengan tetap mempertahankan ejaan dan tanda baca penulis. Pembaca portal yang tertarik dengan isu-isu liturgi dan siap menyampaikan pendapat mereka yang masuk akal mengenai isu yang sedang dibahas diundang untuk mendiskusikan artikel tersebut. Kami mengingatkan Anda bahwa pendapat editor mungkin tidak sesuai dengan pendapat penulis publikasi.
...Saya masih percaya bahwa ini adalah yang paling murni
Tubuh-Mu, dan ini adalah Darah-Mu yang jujur...
(Dari doa liturgi sebelum Komuni Kudus)
Apabila komunikan dalam Liturgi Ilahi dalam jumlah besar, setelah kanon Ekaristi selesai, Darah Kristus dicurahkan dari satu piala ke dalam beberapa mangkuk kecil dengan menggunakan sendok khusus. Ini adalah praktik gereja yang nyaman, terkenal dan umum digunakan.
ZhMP No. 9 tahun 2011 menerbitkan sebuah artikel oleh Metropolitan Hilarion (Alfeev) “Piala Ekaristi di Liturgi Katedral,” di mana ia mengusulkan untuk melakukan perubahan dalam perilaku tradisional Liturgi. Di akhir artikel, penulis merumuskan usulannya sebagai “pilihan yang lebih praktis: cangkir anggur ditempatkan di singgasana di sebelahnya mangkuk utama setelah pintu masuk besar, misalnya pada awal nyanyian Syahadat."
Arti dari “pilihan yang lebih praktis” untuk menyelenggarakan Liturgi adalah sebagai berikut. Semua ritus sakral yang diperlukan dilakukan dalam satu "cangkir utama" - doa di proskomedia, pintu masuk besar, pemberkatan selama kanon Ekaristi. Pada saat yang sama, “gelas anggur” lainnya yang lebih kecil mustahil jangan berpartisipasi dalam aksi liturgi - baik di proskomedia, atau di Pintu Masuk Agung, atau di anafora. Sederhananya, setelah pendeta menerima komuni (dari piala utama), Tubuh Kristus ditambahkan ke dalam anggur yang terkandung dalam cangkir-cangkir kecil ini, dan digunakan untuk memberikan komuni kepada umat awam. Jadi, kaum awam menerima persekutuan bukan dengan Tubuh dan Darah Tuhan, tetapi dengan Tubuh Kristus dan anggur.
Sebuah pemikiran yang belum pernah terjadi sebelumnya. Namun, artikel Metropolitan Hilarion ini dikhususkan untuk membenarkan inovasi liturgi radikal ini. Pada saat yang sama, argumennya menimbulkan banyak keberatan - baik secara umum maupun rinci.
1. Gagalnya sintesis “ekumenis”.
Jenis-jenis persekutuan berikut ini ditemukan dalam praktik gereja.
1. Persatuan dengan Tubuh dan Darah Kristus. Beginilah cara pendeta Ortodoks menerima komuni di altar dan umat awam di gereja. Satu-satunya perbedaan di antara mereka adalah bahwa Misteri Suci diajarkan kepada umat awam mulai dari piala hingga pembohong, dan para pendeta menerima komuni secara terpisah - pertama dengan Tubuh, kemudian dengan Darah.
2. Persekutuan Darah Kristus. Beginilah cara bayi dan beberapa orang sakit yang tidak mampu menelan sepotong pun Tubuh Kudus menerima komuni. Metode persekutuan ini digunakan sebagai tindakan setengah-setengah yang dipaksakan dan tidak dianggap normal dan lengkap.
3. Di Barat Katolik terdapat tradisi berabad-abad yang menyatakan bahwa umat awam menerima komuni hanya dengan wafer, yang tidak mengandung Darah Kristus.
4. Terakhir, dalam tradisi Protestan, ketika memperingati Perjamuan Terakhir, semua orang beriman makan roti dan anggur.
Mari kita perhatikan bahwa pada Liturgi Karunia yang Disucikan, anggur biasa dituangkan ke dalam piala, tetapi pada saat yang sama Anak Domba Kudus berisi di dalam Tubuh Kristus yang sejati, yang direndam dalam Darah Tuhan yang sejati. Bukan suatu kebetulan bahwa bayi yang tidak mampu secara sadar menerima sebagian dari Karunia Kudus tidak diberikan komuni pada Liturgi ini. Hal ini disebabkan karena wine dalam hal ini bukanlah sebuah Tempat Suci, melainkan hanya sebuah media di mana Karunia Kudus ditempatkan.
Demikian pula, ketika orang sakit menerima Karunia cadangan, Tubuh dan Darah Kristus dibenamkan ke dalam bejana berisi anggur. Jika pasien tidak dapat menelan satu partikel pun dari Karunia cadangan, komuni harus dilakukan bukan dengan anggur di mana Tempat Suci ditempatkan, tetapi dengan Darah Kristus yang diambil dari Liturgi Ilahi terakhir.
Gereja Ortodoks tidak pernah mengenal persekutuan dengan anggur.
Metropolitan Hilarion mengusulkan prinsip seperti itu cara persekutuan yang baru.
Metode baru ini, pada hakikatnya, mewakili sintesis “ekumenis”, dengan semua hal terburuk diambil dari praktik heterodoks. Seperti halnya umat Katolik, kaum awam tidak diberi sakramen Darah Tuhan. Seperti umat Protestan, umat beriman ditawari anggur dari cangkir. Hanya satu hal yang hilang - persekutuan orang-orang Ortodoks dengan Tubuh dan Darah Kristus, yang menunjukkan firman Tuhan: Minumlah semuanya darinya(Mat. 26:27).
Pada saat yang sama, tidak ada penipuan di kalangan Katolik dan Protestan. Yang pertama tahu bahwa Darah Kristus tidak dipersembahkan kepada kaum awam (seperti tradisi mereka), yang lain yakin bahwa cawan komuni berisi anggur.
Metode persekutuan yang baru didasarkan pada pemalsuan. Meskipun tidak ada pekerjaan yang dilakukan pada anggur dalam cangkir kecil TIDAK ritus liturgi, namun isinya, karena alasan tertentu, dipersembahkan kepada orang-orang percaya sebagai Darah Kristus yang sejati.
Ngomong-ngomong, jika Anda memberikan komuni kepada bayi dari cangkir sekecil itu, itu akan menjadi jenis komuni yang lain - hanya anggur...
Selama anafora, kata-katanya berbunyi: “Milikmu dari milikmu, dipersembahkan untukMu tentang semua orang dan segalanya» . Diakon mengiringi seruan doa ini, “Silangkan tanganmu dalam bentuk salib, dan angkat patena suci dan piala suci» , tapi konten piala ini, yang dipersembahkan dalam Liturgi, bukanlah komunikan bukan siapa-siapa dari kaum awam. Mereka menerima komuni dari cawan lain yang ke dalamnya belum ada seorang pun yang menuangkan Darah Kristus.
Jelas ada penggantian dan pencemaran nama baik terhadap Tempat Kudus.
2. Anggur - atau Darah Kristus?
Setidaknya ada dua cangkir anggur pada Perjamuan Terakhir. Yang pertama adalah cawan pujian (Lukas 22:17), terisi Buah Loznago(yaitu, anggur anggur). Lainnya - cangkir makan malam(Lukas 22:20), yang tentangnya Tuhan berfirman: Cangkir ini - Perjanjian Baru dengan Darah-Ku, bahkan bagimu itu tumpah. Anggur juga bisa berada di wadah lain, lalu dituangkan ke dalam cangkir minum. Tapi semua anggur lainnya kecuali yang diisi cawan Perjanjian Baru, yang tersisa hanyalah anggur, dan hanya satu cawan ini yang ditunjukkan oleh Kristus sebagai berisi Darah Kudus-Nya: Inilah Darah-Ku Perjanjian Baru(Mat. 26:28).
Setiap altar juga biasanya berisi anggur - dalam botol, decanter, dan kaleng. Anggur digunakan untuk diminum setelah komuni bagi para pendeta dan awam. Hal ini diperlukan untuk pengudusan "gandum, anggur dan minyak" pada acara berjaga sepanjang malam sebelum Liturgi. Tetapi anggur selalu tetap hanya anggur, dengan satu pengecualian - Piala Ekaristi Kudus, yang di dalamnya diubah menjadi Darah Kristus.
Tidak semua roti adalah Tubuh Kristus, dan tidak semua anggur adalah Darah Kristus. Tetapi hanya hadiah yang dipersembahkan yang menjadi Tempat Suci Ekaristi, yang ditunjukkan oleh diakon kepada primata - uskup atau imam.
“- Memberkati, Tuan, roti suci.
- Dan lakukan itu roti ini Tubuh Kristus-Mu yang terhormat.
- Amin. Memberkati, Tuhan, orang suci cangkir.
- Dan bahkan masuk cangkir ini- Darah jujur Kristus-Mu.
- Amin. Memberkati, tuan, kertas dinding» .
Dalam dialog ini, diakon tentu saja menunjuk pada satu hal "cangkir suci"(dan bukan pada “mangkuk”), tetapi pada ekspresi "kertas dinding" mengacu pada dua benda - satu paten dan satu piala.
Tidak ada roti lain yang terkandung di dalam altar yang dipersembahkan ke dalam Tubuh Kristus - baik prosphora pelayanan, maupun antidoron di atas altar, atau bahkan partikel biji-bijian yang, bersama dengan Anak Domba, berada di patena di atas takhta pada saat itu. mengucapkan kata-kata di atas.
Demikian pula tidak ada anggur lain kecuali yang terkandung di dalamnya "cangkir ini", tidak diubah menjadi Darah Kristus dan tidak boleh disebut demikian.
3. “Relevansi” topik
Metropolitan Hilarion membenarkan “relevansi” usulannya dengan fakta bahwa norma kesalehan Rusia sebelumnya “dianggap komuni beberapa kali dalam setahun,” sementara “di zaman kita, komuni sebulan sekali... sebenarnya telah menjadi norma bagi pengunjung gereja. , dan banyak dari mereka Mereka diberi komuni suci pada setiap hari libur dan hari Minggu.”
Penulis menyiratkan bahwa dulunya jumlah komunikan jauh lebih sedikit, dan oleh karena itu mereka puas dengan satu cangkir. Kini, karena bertambahnya jumlah komunikan, maka seharusnya perlu menggunakan beberapa piala dalam satu Liturgi.
Tapi benarkah?
Faktanya, pada abad-abad sebelumnya, jumlah komunikan pada hari-hari tertentu tidak lebih sedikit dibandingkan pada zaman kita. Memang, menurut perkiraan paling optimis, saat ini jumlah umat Kristen Ortodoks tidak melebihi 2 - 5% dari total populasi negara. Di Kekaisaran Rusia, selama minggu pertama Prapaskah dan Kamis Putih, lebih banyak orang beriman yang berpuasa dan menerima komuni.
Oleh karena itu, permintaan bejana Ekaristi dalam jumlah besar di masa lalu tidak berkurang dibandingkan saat ini - setidaknya pada hari-hari tertentu.
Argumen lain yang membenarkan “relevansi” usulan penulis: “Setelah bertahun-tahun penganiayaan, Gereja memperoleh kebebasan, dan ini menyebabkan peningkatan tajam dalam jumlah klerus dan, akibatnya, peningkatan jumlah komunikan di tempat suci. pesanan di kebaktian katedral.”
Tidak ada keraguan bahwa saat ini terdapat lebih banyak pendeta di Gereja kita dibandingkan pada tahun-tahun ateisme militan. Tapi - secara signifikan kurang dari seratus atau dua ratus tahun yang lalu, ketika pendeta merupakan satu kelas. Jika kita memperhitungkan bahwa selama kebaktian katedral, menurut kanon, semua pendeta harus menerima komuni, maka argumen Metropolitan sekali lagi tidak dapat dipertahankan.
Artinya, tidak ada alasan bagi inovasi liturgi.
4. Aturan - atau pengecualian?
Metropolitan Hilarion menulis: “Saat ini, dalam Liturgi hierarkis, terutama dengan kerumunan besar jamaah, selama kebaktian sering digunakan piala (mangkuk) dengan ukuran yang sangat mengesankan, hampir setinggi tinggi setengah pria dan volume tiga, lima, atau bahkan sembilan liter."
Sulit membayangkan pendeta yang tingginya sama dengan dua piala sembilan liter - yaitu sekitar 1 meter. Namun demikian, Uskup Hilarion mengembangkan gagasan ini dalam artikelnya: “Ketika ditanya apakah mungkin untuk meletakkan di altar bukan hanya satu mangkuk besar, tetapi beberapa mangkuk berukuran biasa, sebelum konsekrasi Karunia Kudus, jawabannya adalah: tidak mungkin .”
“Tidak” adalah jawaban yang benar.
Mengapa “tidak mungkin”? - Ya, karena Gereja tidak mengetahui praktik seperti itu. Tak satu pun dari Patriark Mahakudus dari Tikhon hingga Alexy II pernah melayani seperti ini. Tidak ada seorang pun yang pernah melayani seperti ini selama 1000 tahun terakhir di Gereja Ortodoks Rusia. Tak satu pun dari Orang Suci yang kami kenal berbicara tentang melayani Liturgi di banyak piala. Tradisi Gereja yang hidup tidak mengajarkan hal ini, dan oleh karena itu seseorang tidak dapat melayani dengan cara ini.
Tentu saja, Anda bisa menyajikannya sesuka Anda - baik dalam satu mangkuk atau tiga puluh tiga. Anda bisa menggunakan anggur anggur, atau Anda juga bisa menggunakan jus buah beri yang difermentasi. Anda dapat merayakan liturgi dengan lima prosphora gandum, atau Anda juga dapat merayakannya dengan sepotong roti perkemahan dengan sekam dan dedak. Anda dapat melayani di takhta yang disucikan di gereja Ortodoks, atau Anda dapat melayani di tunggul hutan atau penjara. Dalam beberapa kasus, distorsi terhadap norma undang-undang dapat dibenarkan dan bahkan tidak dapat dihindari. Selama penganiayaan atau di penjara saat melayani Liturgi, tidak mungkin untuk mengamati semua seluk-beluk instruksi dan persyaratan saleh untuk perayaan Ekaristi. Anda dapat melayani tanpa buku, “dari ingatan.”
Tetapi semua contoh seperti itu, yang diperbolehkan dalam kasus-kasus luar biasa, akan dianggap dosa dan akan dihukum bagi para pendeta yang dengan sengaja menyimpang dari kesalehan Ortodoks. Seseorang tidak dapat secara teologis membenarkan penyimpangan dari tradisi suci gereja. Tidak mungkin mendistorsi isi simbolis dari ibadah Ortodoks tanpa alasan apapun.
Adalah satu hal - dengan tidak adanya piala yang normal dan luas, untuk memimpin Liturgi dengan beberapa cangkir demi banyak komunikan, mengakui ini sebagai dosa yang memerlukan koreksi. Memberikan “dasar teologis” bagi pelanggaran semacam itu dan menganjurkan “kebangkitan” tradisi khayalan “Bizantium” adalah hal yang berbeda.
Di akhir artikelnya, uskup dengan tepat mencatat: “Jika kita dibimbing secara harfiah tradisi Bizantium, maka jumlah mangkuk yang diperlukan harus ditempatkan di altar yang sudah ada di proskomedia, dan kemudian bawa semuanya ke pintu masuk besar." Tentu saja seseorang harus setuju dengan pernyataan ini: jika seseorang hendak melayani di beberapa piala, mereka semua tentunya harus berpartisipasi penuh dalam layanan tersebut. Sayangnya, Metropolitan Hilarion sama sekali tidak mengusulkan untuk “dipandu secara harfiah” oleh tradisi “Bizantium” seperti itu, tetapi hanya menyarankan untuk meletakkan cangkir-cangkir kecil anggur di atas takhta “setelah pintu masuk yang besar.”
Apa yang diminta oleh Metropolitan Hilarion dapat ditoleransi sebagai pengecualian, sebagai situasi sementara dan tidak menguntungkan, ketika karena alasan teknis, kemiskinan atau keadaan lain tidak memungkinkan untuk melayani Liturgi. Bagus- itu adalah pada satu piala yang luas.
5. Tentang simbolisme cawan liturgi tunggal
Metropolitan Hilarion menyampaikan pemikiran lawan-lawannya sebagai berikut: “Pada saat yang sama (mereka) juga mengutip argumen “teologis”: lagi pula, kita semua mengambil bagian dari “satu roti dan satu cangkir”, bagaimana Anda bisa meletakkan beberapa cangkir di atasnya takhta? Hal ini, kata mereka, melanggar simbolisme Ekaristi.”
Hal ini harus diulangi dengan tegas: penggunaan banyak cangkir memang melanggar simbolisme Ekaristi. Tidak diragukan lagi, satu cawan Ekaristi berhubungan dengan peringatan Perjamuan Terakhir secara literal dan simbolis. Banyak mangkuk kecil yang tidak mencerminkan kebenaran kesaksian Injil dan, pada kenyataannya, melanggar simbolisme spiritual dari Meja Ilahi.
Argumen ini bersifat teologis (tanpa tanda kutip!) dalam pengertian apostolik dan patristik yang paling orisinal.
Sebab hanya ada satu Tuhan, dan satu Pembela Tuhan melalui manusia, Manusia Kristus Yesus, yang menyerahkan diri-Nya sendiri sebagai penebus bagi semua orang.(1 Tim. 2:5-6).
Beato Simeon dari Tesalonika menegaskan: “Dan dengan menguduskan cawan suci (dan bukan “cangkir” - Imam Besar K.B.) di dalam Dia, Kristus, Allah kita, yang memberikan diri-Nya kepada kita, kita, seperti yang diperintahkan, memberi dengan cinta untuk meminumnya (dan bukan “ dari mereka" - Imam Besar K.B.) dan kepada seluruh saudara, menjadi serikat saat Dia berdoa (Yohanes 17:11), dan, menjadi serikat dengan Dia dan dengan Bapa dan Roh, seperti yang Dia katakan (Yohanes 17:21).”
6. Apa yang dikonfirmasi oleh pintu masuk dengan cangkir kosong?
Penulis mengutip beberapa fakta sejarah dari praktik liturgi zaman dahulu dan menarik kesimpulan sebagai berikut. “Jadi, merayakan Liturgi Ilahi dengan banyak piala dan banyak patena bukan hanya sekedar kejadian, tapi praktik Bizantium yang benar-benar biasa, yang bahkan menjadi normatif selama kebaktian uskup. Mengapa ia menghilang pada era pasca-Bizantium? .
Padahal, tesis tentang “normativitas” memerlukan bukti dan penjabaran yang lebih meyakinkan. Ini lebih seperti interpretasi penulis dan jauh dari jelas. Merupakan fakta sejarah yang tidak dapat disangkal bahwa “praktik umum Bizantium” ini belum pernah dilakukan di mana pun selama seribu tahun terakhir.
Bukti aneh berikut yang diberikan oleh Uskup Hilarion patut diperhatikan: “Untuk beberapa waktu, praktik membuat pintu masuk besar dengan pemindahan banyak mangkuk dalam prosesi masih dipertahankan - tetapi mangkuk, kecuali satu mangkuk utama berisi anggur, mulai digunakan. dibawa kosong» .
Praktik serupa terjadi di Rus sebelum Nikon: “Tidak hanya patena dan cawan berisi roti dan anggur Ekaristi yang dibawa ke pintu masuk besar, tetapi juga barang-barang lainnya. kapal kosong» .
Mungkinkah ini “rahasia Bizantium” dalam menyajikan Liturgi dengan banyak cangkir?
Lagi pula, jika kapal-kapal itu dibawa masuk kosong- ini berarti konsekrasi anggur tidak dilakukan di dalamnya! Dengan kata lain, baik di Byzantium maupun di Rus pra-Nikon, prinsip yang kita kenal dipatuhi: penuangan Darah Kristus ke dalam cangkir-cangkir kecil dilakukan setelah konsekrasi anggur Ekaristi dalam satu piala.
Oleh karena itu, doa anafora (seperti doa kita saat ini) dilakukan di atas satu cangkir Ekaristi berisi anggur selama proskomedia. Beato Simeon dari Tesalonika menulis tentang hal ini sebagai berikut: “Cawan melambangkan cawan di mana Juruselamat merayakan darah-Nya.”
Pengenalan cangkir kosong di pintu masuk besar tidak menimbulkan rasa malu, karena tidak terjadi pelanggaran simbolisme liturgi. Faktanya, meskipun bejana-bejana ini digunakan dalam ibadah selanjutnya, bejana-bejana tersebut tetap kosong sampai anggur Ekaristi dalam piala utama diubah menjadi Darah Kristus. Kemudian cawan-cawan kecil di akhir Liturgi akan diisi dengan Darah Kristus dan akan dibutuhkan untuk persekutuan kaum awam. Oleh karena itu, perkenalan mereka di pintu masuk besar cukup tepat dan merata dibenarkan, karena memberikan kekhidmatan tambahan pada pelayanan. Membawa mangkuk tambahan dapat dibandingkan dengan membawa sendok dan salinannya di pintu masuk besar.
7. Tentang pembohong dan penirunya
Metropolitan Hilarion bertanya: “Apa yang menghalangi kita untuk kembali Praktek Bizantium merayakan Liturgi dengan banyak cangkir?” .
Kami menjawab: tradisi seribu tahun.
Banyak adat istiadat kuno yang sudah ketinggalan zaman. Bizantium kuno mengetahui praktik memberikan komuni kepada kaum awam di luar pembohong. Hal ini sama sekali tidak berarti bahwa kita saat ini diperbolehkan untuk hidup tanpa subjek ini, seperti halnya umat Katolik melakukannya tanpa subjek ini.
Pada Perjamuan Terakhir dan pada masa Gereja mula-mula, pemecahan roti tidak dilakukan seperti yang lazim dilakukan saat ini. menyalin. Seseorang mungkin bertanya: “Apa yang menghalangi kita untuk kembali ke praktik kerasulan yaitu memecahkan Roti Kudus dengan tangan kita?”
Jawabannya akan sama: tradisi seribu tahun.
Penggunaan pembohong Dan menyalin nyaman dan praktis. Tetapi yang utama bukanlah ini, tetapi fakta bahwa penggunaannya secara organik sesuai dengan isi ritus suci Liturgi Ilahi dari proskomedia hingga komuni. Cukuplah untuk mengingat bahwa pada saat mempersembahkan Kurban Tak Berdarah, kedua benda ini secara simbolis melambangkan Tombak dan Tongkat, yang terletak di singgasana di sebelah Salib Juruselamat. Oleh karena itu, wajar untuk melaksanakannya bersama dengan altar salib, seperti biasa, di pintu masuk besar.
Berbeda dengan penggunaan sendok dan salinan dalam liturgi, pelayanan beberapa piala dengan anggur tidak menekankan simbolisme Injil dalam Ekaristi, tetapi menghancurkan miliknya.
Mungkin inilah sebabnya Gereja Ortodoks meninggalkan “praktik Bizantium” tersebut (kalaupun mereka pernah menggunakannya).
8. Beberapa kata tentang estetika Ortodoks
Mari kita segera setuju dengan Metropolitan Hilarion dalam dua argumennya.
1. “Satu cawan besar secara visual melambangkan kesatuan Gereja dalam Ekaristi dan, seolah-olah, menggambarkan kata-kata dari anafora St. Basil Agung: “Tetapi satukan kita semua, dari satu Roti dan Piala yang mengambil bagian, satu sama lain ke dalam satu persekutuan Roh Kudus.”
2. “Kekhidmatan dan keagungan yang terlihat dalam perayaan Liturgi di atas kapal besar.”
Kami akan sepenuhnya sepakat dengan Uskup jika dia berhenti di situ. Tetapi...
Namun, sayangnya, dia melanjutkan pemikirannya, mengalihkannya “ke arah lain”: “Tetapi argumen yang sama dapat diubah Di sisi lain. Pertama, untuk seseorang patena dan cangkir mungkin tampak besar dan tidak wajar aneh dan tidak estetis» .
Jika estetika Ortodoks tradisional tampak “aneh dan tidak estetis” bagi “seseorang”, ini belum menjadi alasan untuk meninggalkannya. Beberapa orang mungkin menganggap ikon atau salib di gereja, atau jubah liturgi, atau gereja Ortodoks itu sendiri, “aneh dan tidak estetis.”
Berikut ini dapat dikatakan untuk membela penggunaan paten dan cangkir besar. Tentu saja, di katedral megah seperti Katedral Kristus Sang Juru Selamat di Moskow atau Katedral St. Isaac di St. Petersburg, di mana takhta dengan ukuran yang mengesankan terletak di altar besar, itu cukup layak dan dibenarkan secara estetis menggunakan bejana liturgi besar dalam ibadah. (Harmoni bila menggunakan bejana besar hanya dapat dihancurkan di gereja rumah, yang altarnya tidak melebihi satu arshin persegi).
9. Tentang tidak dapat diterimanya fragmentasi Karunia Kudus sebelum transposisinya
Argumen lain dari penulis: “Kedua, bahkan ketika menggunakan piala besar, Darah Kudus keluar darinya masih berakhir tumpah ke banyak mangkuk, dari mana orang-orang percaya menerima komuni: oleh karena itu, pada saat komuni, dengan satu atau lain cara, sudah tidak ada satu cawan pun di atas takhta, tetapi banyak cawan.”
Kita tidak boleh berbicara tentang fakta bahwa Darah Kudus sebelum persekutuan kaum awam “pada akhirnya masih dicurahkan ke dalam banyak cawan” (ini sudah jelas) - tetapi tentang fakta bahwa semua orang percaya harus mengambil bagian dalam Darah Kristus dari satu piala. Memang sebelum komuni Anak Domba Yang Satu juga dibelah menjadi banyak bagian, namun bukan berarti di proskomedia bisa diganti dengan setumpuk potongan roti (seperti wafer Katolik).
Metropolitan Hilarion menolak simbolisme Persembahan Ekaristi Tuhan Yesus Kristus, dengan alasan bahwa Karunia Kudus “masih” terfragmentasi.
Tentu saja, Tubuh Kristus “dihancurkan,” dan Darah Kristus “dicurahkan.” Namun pada saat yang sama, Tubuh dan Darah adalah milik Tuhan Yang Maha Esa, yang secara simbolis digambarkan pada Liturgi Ilahi dalam bentuk seekor Anak Domba di atas patena dan sebuah piala tunggal.
Fragmentasi Tubuh Kristus dan pendistribusian Darah Kristus kepada umat beriman dalam sakramen persekutuan merupakan tujuan dan hasil Doa Syukur Agung, puncaknya. Tidak dapat diterima untuk memecahkan roti dan menuangkan anggur ke dalam piala sebelum transubstansiasi Karunia Kudus.
10. Tentang menambahkan anggur ke dalam piala
Terakhir, penulis mengemukakan argumen lain: “Selain itu, saat disajikan dalam satu mangkuk besar simbolisme liturgi juga dilanggar, hanya saja dengan cara yang berbeda. Lagi pula, di dalam piala Perlu anggur ditambahkan setelah pintu masuk besar, tetapi anggur tambahan ini, tidak seperti yang sudah ada di dalam cangkir, tidak dituangkan di proskomedia dengan pengucapan kata-kata yang ditentukan dan tidak berpartisipasi dalam prosesi pintu masuk besar. Dan prosesi ini juga sarat dengan berbagai simbolisme.”
Perlu dicatat bahwa sama sekali tidak “perlu” menambahkan anggur ke dalam piala setelah pintu masuk besar. Akan lebih akurat untuk mengatakan bahwa, menurut Berita Guru di Buku Pelayanan, menambahkan anggur “diperbolehkan” jika perlu (misalnya, jika sekelompok besar peziarah tiba-tiba tiba di Liturgi pada hari kerja...). Para pendeta terkadang memanfaatkan kesempatan ini, menambahkan jumlah anggur yang diperlukan ke dalam piala sebelum diubah menjadi Darah Kristus. Tapi, kami ulangi, ini sama sekali tidak perlu.
Penambahan anggur seperti itu sebagian melanggar integritas tindakan liturgi dan isi simbolisnya. Harus diakui sebagai norma ketika seluruh volume anggur Ekaristi yang digunakan terlibat dalam proskomedia, Pintu Masuk Agung dan doa anafora. Pada saat yang sama, kami mencatat bahwa lebih mudah untuk menuangkan ke dalam piala besar daripada ke dalam piala kecil sejumlah anggur yang dibutuhkan sehingga tidak perlu menambahkannya setelah Nyanyian Kerubik.
Namun, harus diingat bahwa menambahkan anggur ke dalam piala sebelum dimulainya kebaktian kanon Ekaristi memiliki tujuan yang sepenuhnya saleh dan dapat dibenarkan - untuk mengisinya. sampai penuh Cawan Kristus (Yang Mulia Patriark Alexy II suka menekankan hal ini). “Simbolisme liturgi” tidak terlalu “dilanggar” melainkan “diperbaiki” – siapa yang berani menyangkal makna simbolis Injil? kelengkapan Piala Kristus? Sebab Bapa berkenan jika dia tinggal di dalam Dia. setiap kelengkapan, dan melalui Dia untuk mendamaikan segala sesuatu dengan diri-Nya, menenangkan melalui Dia Darah Salib-Nya, baik duniawi maupun surgawi(Kol. 1:19-20).
Di proskomedia, anggur terkadang tidak dituangkan ke dalam piala sampai penuh semata-mata karena risiko isinya tumpah saat pintu masuk besar.
Bagaimanapun, tindakan menuangkan anggur sampai penuh ke dalam satu cangkir Ekaristi sebelum dimulainya anafora tidak ada bandingannya dan apa yang diusulkan dalam artikel tersebut adalah menggunakan anggur lainnya V mangkuk lainnya, tidak berpartisipasi dengan cara apa pun dalam anafora liturgi.
11. Tentang Piala dan Piala
Metropolitan Hilarion menulis: “Argumen itu sendiri mendukung “satu cangkir” sebagai seharusnya melambangkan kesatuan Ekaristi diperdebatkan» .
Namun, untuk “menantang” simbolisme cawan ekaristi tunggal, diperlukan argumen yang lebih kuat daripada argumen penulis. Argumen uskup adalah sebagai berikut: “Pertama, orang-orang Bizantium mengetahui dengan baik kata-kata anafora mereka sendiri, yang tidak menghalangi mereka untuk merayakan Liturgi dengan banyak cawan.”