Apa yang seharusnya menjadi hukuman bagi seorang pengecut? Kepengecutan menyebabkan apa? Satu abad ketegangan militer yang tak tertahankan

Sementara itu, situasi di garis depan sedang berubah, dan pada musim panas tahun 1942, ketika Nazi menyerbu ke pedalaman negara, dan moral unit Tentara Merah menurun dengan cepat, tindakan baru yang fundamental perlu diperkenalkan. hukuman atas manifestasi sentimen dekaden, di antaranya mungkin kepengecutan yang utama. Pembentukan batalyon hukuman, menurut komando tinggi Tentara Merah, seharusnya meningkatkan disiplin militer secara signifikan dalam formasi aktif.

Sebenarnya, gagasan membentuk batalyon hukuman di tentara Rusia bukan milik pimpinan militer tertinggi Tentara Merah Soviet - unit seperti itu sudah ada selama Perang Dunia Pertama. Benar, pada saat mereka dibentuk, tentara Rusia sudah mengalami demoralisasi sehingga batalyon hukuman tidak punya waktu untuk mengambil bagian dalam pertempuran. Selama perang saudara, Tentara Merah juga memiliki batalyon hukuman yang terdiri dari para pembelot.

Pada akhir Juli 1942, perintah terkenal No. 227, yang lebih dikenal dengan sebutan “Jangan mundur!” Tiga hari sebelum penandatanganannya, sebuah kompi hukuman terpisah dibentuk di Angkatan Darat ke-42 Front Leningrad - unit pertama dari jenisnya selama Perang Patriotik Hebat. Perintah “Jangan mundur selangkah!” wajib membentuk formasi tersebut secara resmi.

Secara khusus, personel militer yang menunjukkan kepengecutan dan kepengecutan dalam situasi pertempuran dan menjadi pembelot dikirim ke batalyon hukuman. Selama seluruh periode Perang Patriotik Hebat, lebih dari 60 batalyon hukuman dan lebih dari seribu kompi hukuman dibentuk di Tentara Merah.

Patut dicatat bahwa batalyon hukuman Soviet dibentuk mengikuti contoh unit Wehrmacht “999” dan “500”, yang dibentuk oleh musuh jauh lebih awal. Selain itu, di antara orang Jerman, batalyon hukuman, dalam status tahanan, “menarik tali” sampai akhir jika mereka tetap hidup, tanpa harapan untuk rehabilitasi, sedangkan di batalyon hukuman Soviet, seseorang yang dihukum oleh pengadilan militer dapat menebus dosanya. atas kesalahannya dengan darah dan, setelah terluka, kembali ke unit asalnya. Segala macam roh jahat dicurahkan ke dalam batalion hukuman Hitler. Secara khusus, para pemberontak semacam itu menjadi basis dari brigade penyerangan SS yang terkenal kejam "Dirlewanger", yang terkenal dalam sejarah Perang Patriotik Hebat karena kekejamannya yang mengerikan.

Terlepas dari kenyataan bahwa masalah kepengecutan mengkhawatirkan Socrates, dalam budaya kita, di mana merupakan kebiasaan untuk memberi tanda sama dengan antara pengecut dan pengkhianat, fenomena ini dianggap tidak layak untuk diperhatikan. Namun, peneliti Amerika dan penulis buku “Cowardice: A Brief History” Chris Walsh yakin bahwa saat ini konsep ini semakin kabur dari sebelumnya, itulah sebabnya sangat mudah untuk memanipulasi tindakan orang-orang yang tidak dapat membedakan pengecut dari keputusan bijak untuk tidak menggunakan kekerasan. Untuk memahami masalah ini, kami menerjemahkan esai Walsh "Jangan Terlalu Berani", yang diterbitkan tahun lalu di majalah AEON.

Nasib sulit para pengecut

Seperti yang Anda ketahui, menjadi “sikal” selalu memalukan: pengecut dipukuli atau ditembak. Namun kualitas manusia yang jelek ini mempunyai fungsi sosial yang sangat penting.

Karena satu pengecut maka suatu peperangan dapat kalah, karena satu peperangan maka perang dapat kalah, karena satu peperangan suatu negara dapat kalah.

Kebenaran ini, sama tuanya dengan perang itu sendiri, disuarakan oleh Laksamana Muda dan anggota Partai Konservatif Inggris Tufton Beamish, ketika berbicara di House of Commons pada tahun 1930.

Memang benar, hanya peduli pada keselamatan dirinya sendiri, seorang pengecut bisa lebih berbahaya bagi negaranya daripada musuh yang berani. Bahkan jika seorang pengecut tidak melakukan apa pun, dia dapat menabur kepanikan hanya dengan penampilannya: pengecut itu pucat dan cerewet, dia tidak bisa duduk diam, tetapi dia tidak punya tempat untuk lari, pengecut itu mengertakkan giginya karena ketakutan - dan hanya ini yang dia lakukan. bisa melakukan.

Tidak mengherankan jika prajurit di medan perang tidak terlalu khawatir menjadi pahlawan dibandingkan terlihat pengecut. Namun mengapa sikap pengecut dianggap sebagai salah satu sifat buruk yang paling tercela (dan tidak hanya di kalangan prajurit)? Sementara para pahlawan mencapai ketenaran, para pengecut sering kali ditakdirkan untuk mengalami hal yang lebih buruk daripada aib - dilupakan. Deskripsi klasik tentang pengecut dapat ditemukan di Dante's Guide to the Underworld. Di ambang neraka ada kerumunan jiwa tak berwajah yang Virgil bahkan tidak ingin bicarakan: pengecut adalah penonton yang acuh tak acuh pada pesta kehidupan, mereka yang tidak tahu "baik kemuliaan maupun rasa malu dari urusan duniawi", yang dunia tidak perlu tahu tentang hal itu. Namun, berbicara tentang pengecut dan pengecut dapat membantu kita mengevaluasi tindakan orang lain dan belajar mengelola perilaku kita pada saat kita mengalami ketakutan. Bagaimanapun, perasaan inilah yang mendasari kepengecutan. Seperti yang dikatakan Beamish yang sama:

Ketakutan adalah perasaan yang sepenuhnya alami. Hal ini lumrah terjadi pada semua orang, orang yang berhasil mengatasi rasa takut adalah seorang pahlawan, namun orang yang berhasil mengatasi rasa takut menjadi pengecut dan mendapatkan segala yang pantas diterimanya.

Namun, tidak semuanya sesederhana kelihatannya. Beberapa ketakutan tidak dapat diatasi. Aristoteles mengatakan bahwa hanya bangsa Celtic yang tidak takut gempa bumi dan banjir, dan Anda mungkin mengira mereka sudah gila. Seorang pengecut, katanya, adalah “orang yang terlalu berlebihan dalam rasa takutnya: ia takut pada hal yang salah, urutan yang salah, dan seterusnya, di bawah ini…”.

Memang, pada umumnya kita menyebut seseorang pengecut yang rasa takutnya tidak sebanding dengan bahaya yang dihadapinya; ketika seseorang tidak dapat mengatasi rasa takutnya dan akibatnya menjadi tidak mampu melakukan apapun, termasuk memenuhi kewajibannya.

Dalam hal ini, kami sangat tertarik pada sikap masyarakat terhadap perilaku tersebut. Jika, seperti yang dikatakan Beamish, seorang pengecut pantas mendapatkan semua yang dia dapatkan, apakah Anda masih ingin tahu apa sebenarnya yang dia dapatkan? Di akhir pidatonya, laksamana muda mengusulkan hukuman mati bagi pengecut dan pembelot. Logikanya tentu saja jelas: jika seorang pengecut dapat merugikan keberadaan suatu negara, maka negara tersebut harus siap untuk menghilangkan keberadaan pengecut tersebut. Dalam hal ini, Beamish tentu saja tidak orisinal. Praktek membunuh pengecut mempunyai sejarah yang panjang dan kaya. Bangsa Romawi terkadang mengeksekusi para pengecut melalui Fustuary, sebuah ritual dramatis yang dimulai ketika sebuah tribun menyentuh orang yang dihukum dengan tongkat, setelah itu para legiuner melempari batu dan memukulnya sampai mati. Generasi berikutnya meneruskan tradisi ini, memodifikasinya. Pada abad ke-20, menembak menjadi metode yang disukai. Inggris dan Prancis menembak ratusan tentara karena pengecut dan desersi selama Perang Dunia Pertama; Jerman dan Rusia - puluhan ribu dalam Perang Dunia II.

Namun umat manusia tidak selalu terbatas pada kekerasan fisik. Penghinaan adalah hukuman yang lebih umum bagi pengecut, seperti yang dicatat Montaigne dalam karyanya On the Punishment of Cowardice (1580). Mengutip pernyataan Tertullian bahwa lebih baik darah mengalir deras ke pipi seseorang daripada menumpahkannya, Montaigne menjelaskan kata-kata ini sebagai berikut: mungkin aib akan mengembalikan keberanian kepada seorang pengecut yang telah diselamatkan nyawanya. Metode penghinaan lebih canggih daripada pilihan eksekusi: mulai dari mendandani seorang pengecut sebagai seorang wanita dan menutupinya dengan tato yang memalukan hingga mencukur kepalanya dan membawa poster dengan tulisan “pengecut” di atasnya.

Jika Anda menganalisis semua pilihan hukuman ini, Anda dapat menemukan satu detail yang menyatukan: tidak peduli apakah seorang pengecut mati atau hidup, hukumannya harus diumumkan kepada publik jika sesuai dengan kejahatannya. Dalam upaya untuk lari dan bersembunyi, si pengecut mengancam kelompok tersebut, memberikan contoh yang lebih buruk dan menyebarkan ketakutan seperti infeksi. Seperti kata pepatah Jerman, “satu pengecut menghasilkan sepuluh.” Tontonan seorang pengecut yang tertangkap dan dihukum menjadi semacam inokulasi bagi mereka yang menyaksikan aksinya, lengkap dengan pengingat pedas akan harga yang harus dibayar oleh siapa pun yang menyerah.

Tidak ada pengecut di alam

Psikolog evolusioner tidak banyak bicara tentang kepengecutan, mungkin karena kepengecutan tampaknya merupakan keharusan evolusioner yang masih bertahan hingga saat ini. Namun, terdapat kesepakatan luas bahwa seleksi alam mungkin mendukung kerja sama tanpa pamrih dan bahkan perilaku altruistik. Banyak hewan melakukan pengorbanan diri, mempertaruhkan nyawa mereka sendiri dan dengan demikian meningkatkan peluang hidup dan reproduksi orang lain. Jadi, ketika melihat seekor rubah yang sedang menyelinap, kelinci mulai mengetuk-ngetukkan kakinya, mengangkat ekornya dan memberikan isyarat berbulu putih kepada rekan-rekannya, padahal ia menarik perhatian pada dirinya sendiri. Kelinci yang menghentakkan kakinya mengikuti ritme meningkatkan peluang kelangsungan hidup spesiesnya. Berkat ini, lahir lebih banyak kelinci yang mampu melakukan tindakan tanpa pamrih.

Namun kelinci tidak menyerang mereka yang tidak memberikan sinyal kepada sukunya. Meskipun agresi intraspesifik sangat umum terjadi, tidak ada seorang pun di dunia hewan, kecuali, tentu saja, manusia, yang menghukum sesama makhluk karena kurangnya pengorbanan diri. Sebuah studi terbaru dalam antropologi evolusi yang dilakukan oleh Keith Jensen dan rekan-rekannya di Max Planck Institute di Jerman (diterbitkan dalam Proceedings of the National Academy of Sciences (PNAS) pada tahun 2012) menunjukkan bahwa salah satu kerabat terdekat kita, simpanse, tidak melakukan hal yang sama. hal-hal seperti itu, jenis hukuman; oleh karena itu, ini adalah praktik eksklusif manusia.

Hukuman bagi pengecut dapat terjadi bahkan tanpa menggunakan sistem militer yang terorganisir atau sistem politik terpusat, menurut sebuah penelitian tahun 2001 yang diterbitkan oleh Sarah Matthew dan Robert Boyd di PNAS. Para antropolog ini, seperti pendahulu mereka di UCLA, mempelajari Turkana - orang-orang dari suku Afrika Timur dengan struktur politik primitif, penggembala egaliter yang terkadang menyerang kelompok lain untuk mencuri ternak. Jika seorang pria Turkana menolak melakukan penggerebekan tanpa alasan yang kuat atau melarikan diri ketika bahaya datang, ia dapat dikenakan hukuman yang berkisar dari “sanksi verbal informal” hingga hukuman fisik yang berat. Faktanya, partisipasi dalam proses penghukuman pihak ketiga (dan bukan hanya kerabat, tetangga, atau orang yang terancam punah akibat tindakan pengecut) memungkinkan anggota suku untuk mempraktikkan kerja sama massal, dan dalam hal ini perang, semua hal lain dianggap sama, Menghukum kepengecutan terlebih dahulu mencegah terulangnya hal tersebut dan meningkatkan peluang partai untuk menang. Beginilah cara orang Turkana menghindari nasib para pecundang, yang digambarkan oleh Beamish yang sama: “jika seorang pengecut dapat menghancurkan suatu negara, dan negara tersebut tidak mau mengutuk si pengecut, maka negara itu sendiri dapat dikutuk.”

Sumber: gambar besar.

Satu abad ketegangan militer yang tak tertahankan

Namun yang menarik adalah kita semakin tidak mau mengutuk atau menghukum sikap pengecut selama bertahun-tahun. Di zaman modern, argumen Beamish telah gagal. Parlemen Inggris menghapuskan hukuman mati bagi pengecut dan desersi pada bulan April 1930. Negara-negara lain pun melakukan hal yang sama. Menurut peraturan militer Amerika, desersi di masa perang harus dihukum mati, tetapi sejak tahun 1865 hanya satu tentara, Eddie Slovik, yang dieksekusi karena pelanggaran tersebut pada tahun 1945. Uji coba lapangan yang mengadili kasus-kasus pengecut menjadi semakin jarang, dan banyak tentara Eropa yang dieksekusi karena pengecut dan desersi dalam perang dunia telah diampuni secara anumerta.

Menurut Chris Walsh, ada banyak alasan mengapa terjadi pergeseran sikap pengecut ini. Pertama-tama, apa yang disebut oleh anggota parlemen Partai Buruh Ernest Turtle, yang telah lama berkampanye untuk penghapusan kejahatan perang, sebagai “ketegangan perang modern yang hampir tak terlukiskan.” Tentu saja, perang apa pun - selalu ada ketegangan, dan sejarawan militer Martin van Creveld, misalnya, meragukan bahwa situasi di zaman modern akan menjadi lebih buruk atau bahwa kengerian tembakan artileri bisa lebih traumatis daripada memenggal kepala kerabat seseorang. Namun, ada alasan untuk percaya bahwa skala perang modern, di mana kedua belah pihak mempunyai kemampuan untuk menimbulkan kerusakan signifikan satu sama lain dari jarak jauh, telah menciptakan ketegangan yang lebih besar daripada sebelumnya. Jika bangsa Celtic tidak takut dengan gempa bumi, ledakan di Tokyo, Dresden atau London mungkin akan membuat mereka takut.

Ketika shellshock pertama kali didiagnosis pada tahun 1915, kondisi ini diperkirakan disebabkan oleh ledakan dahsyat yang belum pernah terjadi sebelumnya. Logikanya sederhana: senjata baru seharusnya menimbulkan penyakit baru. Dan diperlukan istilah-istilah baru untuk menjelaskan gejala-gejala aneh tersebut - gemetar, pusing, disorientasi, kelumpuhan, yang dulunya dianggap sebagai tanda histeria wanita. Seperti yang dicatat Elaine Showalter dalam The Diseases of Women (1985), kata "syok proyektil" terdengar lebih maskulin.

Sumber: flickr.com

Bahkan ketika para dokter sampai pada kesimpulan bahwa apa yang disebut shell shock memiliki dasar mental murni, istilah tersebut menetap dan menjadi yang pertama dari serangkaian istilah serupa (“neurosis militer”, “kelelahan perang”, “kelelahan pertempuran”, "gangguan stres pasca-trauma", "memerangi penyakit mental"). cedera"). Definisi-definisi ini memberi nama resmi baru pada tipe orang yang sebelumnya, seperti yang dikatakan Turtle, “tidak layak mendapat simpati dan pengertian.” Para prajurit yang didiagnosis dengan kondisi ini bukan berarti mereka benar-benar pengecut, namun perilaku buruk yang sebelumnya dipandang sebagai karakter negatif atau rusaknya identitas gender kini dipandang sebagai tanda penyakit. Ide-ide monolitik tentang maskulinitas ditantang. Penilaian moral digantikan oleh pertimbangan medis.

Kemajuan ilmu kedokteran dalam hal ini tergantung pada perkembangan ilmu kedokteran itu sendiri. Berkat tes neurologis baru yang dapat mendeteksi bukti kerusakan otak yang mungkin tidak terdeteksi selama beberapa dekade dan bahkan berabad-abad, para peneliti telah menghidupkan kembali hipotesis kejutan proyektil yang asli. - bahwa hal itu mempunyai penyebab fisiologis. Kita sekarang tahu bahwa faktor fisiologis tertentu, seperti fungsi amigdala dan produksi kortisol, dapat mempengaruhi kecenderungan seseorang terhadap respons rasa takut tertentu (kemampuan atau ketidakmampuan untuk mengatasi perasaan ini). Ternyata perilaku “pengecut” (kutipan tiba-tiba menjadi perlu) - tidak selalu soal karakter atau maskulinitas, seringkali soal gen, lingkungan, trauma. Mengingat pergeseran ini, tidak mengherankan bahwa, menurut data dari sistem informasi Google Ngram, kumpulan teks yang menggunakan kata “coward” dan “cowardice” telah berkurang setengahnya dibandingkan dengan kata-kata bahasa Inggris lainnya yang diterbitkan selama abad ke-20.

Konsep yang samar-samar adalah impian para manipulator dari semua kalangan

Namun, bahkan sekarang, ketika sikap pengecut sudah semakin berkurang dalam bahasa tersebut, rasa jijik terhadap hal tersebut masih belum hilang. Era penafsiran terapeutik belum mampu membatalkan kutukan yang telah berusia ribuan tahun. Bayangan dari kecaman ini terjadi bahkan pada kondisi yang memberi kita cara alternatif untuk memahami penolakan wajib militer yang berhubungan dengan trauma; tentara malu untuk mencari bantuan psikologis karena mungkin dianggap pengecut. Selain itu, kita terus-menerus mendengar kata "pengecut" digunakan sebagai label yang menghina teroris, pedofil, dan penjahat kejam lainnya. Penggunaan istilah yang tidak reflektif, kasar, dan salah ini menunjukkan bahwa penghinaan semacam itu masih mempunyai pengaruh terhadap masyarakat dan bahwa konsep tersebut menjadi semakin kabur dan samar-samar.

Pedofil dapat dianggap pengecut karena gagal menghadapi kecanduan dan konsekuensi buruknya, dan teroris dapat dituduh pengecut dan pengecut dalam keyakinannya. ( di dunia mereka, rasa takut yang berlebihan dipandang sebagai pengecut di mata tuhannya, atau di mata tujuannya). Tapi ketika kita melontarkan kata “pengecut” pada penjahat seperti itu - bagi kami ini adalah cara yang umum untuk mengungkapkan kebencian terhadap mereka yang memanfaatkan kelompok rentan dan tidak berdaya. Di satu sisi, penilaian seperti itu dapat membantu kita merasa lebih baik; di sisi lain, hal itu dapat mengalihkan perhatian kita dari kepengecutan kita sendiri dan menghilangkan alat etis yang dapat berguna bagi kita. - dan tidak hanya untuk tentara atau rakyat.

Kita semua mempunyai rasa takut, - kata Beamish sambil berdiri di luar House of Commons. “Dia menyiksaku saat ini, tapi aku akan menjadi pengecut jika aku duduk dan tidak mengatakan apa yang aku rasakan.”

Sulit untuk mengatakan apakah Beamish benar ketika mengucapkan kata-kata ini. Satu hal yang jelas: ketidakmungkinan mengabaikan rasa takut dalam situasi tertentu adalah apa yang telah kita pelajari, antara lain, tentang manusia dalam menghadapi kengerian perang modern.

Namun, saya menghormati Beamish karena tidak masuk penjara, dan saya menghargai caranya menggunakan rasa malu karena pengecut dalam perjuangan politiknya yang berat. Meskipun dia percaya bahwa orang yang menaklukkan rasa takut adalah seorang pahlawan, saya juga menghormati Beamish karena tidak memberi selamat pada dirinya sendiri atas kepahlawanannya. Dia memberikan contoh untuk diikuti saat Anda berani mengatakan hal-hal yang Anda yakini, meskipun itu membuat Anda takut. Meyakinkan diri sendiri untuk menjadi pahlawan mungkin tidak lebih bermanfaat bagi Anda dibandingkan bagi seorang prajurit. Konsep itu sendiri - terlalu luas, dan kata tersebut menjadi terlalu kosong dan tidak berarti (hal yang sama dapat dikatakan tentang “keberanian”). Namun meyakinkan diri sendiri bahwa tidak berani berdiri dan mengutarakan pendapat adalah tindakan yang pengecut, sebenarnya bisa menggerakkan kita.

Label yang diasosiasikan dengan kepengecutan telah menimbulkan kerugian paling besar bagi mereka yang diberi label tersebut untuk membuat mereka membayar atas dugaan kejahatan. Yang tidak terlalu kentara namun lebih luas adalah kerugian yang dialami oleh orang-orang yang, karena takut akan stigma pengecut, melakukan tindakan sembrono dan sering kali disertai kekerasan. Pemikiran ini seharusnya meredam penggunaan label “pengecut” yang sembarangan, terutama ketika seseorang menolak menggunakan kekerasan.

Kepengecutan merupakan kelemahan manusia yang muncul pada saat genting. Seorang pengecut takut akan kesulitan, takut mengambil keputusan sendiri, dan terkadang bahkan mengharapkan bantuan dari orang pemberani. Kepengecutan mengkhianati seseorang: matanya melebar ketakutan, pikirannya terputus dari tanggung jawab yang ada di pundaknya. Perilaku ini terbentuk di alam bawah sadar dan sangat sulit dikendalikan, apalagi jika seorang pengecut sudah terlanjur menunjukkan dirinya.

Ada banyak contoh dalam literatur tentang keberanian, tetapi banyak juga tentang kepengecutan. Dengan menganugerahkan karakter dengan kualitas seperti itu, penulis ingin menunjukkan betapa jelek dan memalukannya menjadi seorang pengecut, dan yang terpenting, tidak berguna bagi masyarakat.

Tokoh utama puisi “Eugene Onegin” memiliki karakter pengecut. Dia setuju untuk berduel, meskipun dia bisa saja menolak, tetapi kemudian masyarakat tidak lagi menghormatinya, dan baginya, sebagai orang sekuler, pendapat mereka penting. Hanya pendapat saja, tidak semua pendapat orang. Kepengecutan Onegin terletak pada kenyataan bahwa dia tidak mau mengakui kelemahannya, dia ingin menjadi ideal untuk semua orang, yang berakhir menyedihkan baginya.

Novel “Perang dan Damai” selama berabad-abad dan generasi juga mencerminkan kepengecutan. Contoh yang mencolok adalah perilaku Zherkov, yang diberi perintah untuk menyuruh rekan-rekannya mundur dari sayap kiri depan. Dia takut melintasi wilayah pertempuran, dia takut mati. Dia dikirim ke sana dua kali, dan kedua kali dia tidak memenuhi instruksi jenderal. Konsekuensi dari kepengecutannya sangat buruk: banyak perusahaan tidak tahu apa yang harus dilakukan dan bergegas ke dalam kekacauan, sehingga diambil alih oleh musuh. Karena kepengecutan satu orang, ratusan, bahkan ribuan, menderita. Dalam contoh ini, kepengecutan memainkan peran penting; hal ini merenggut nyawa tentara yang tidak bersalah.

Jadi, kepengecutan dalam segala manifestasinya tidak membawa kebaikan, dan terkadang berujung pada kematian. Orang yang pengecut adalah orang yang merasa tidak aman, egois, tidak mampu mengatasi rasa takutnya, meskipun harga dari tindakannya adalah nyawa manusia lainnya. Tidak ada satu kasus pun ketika kepengecutan membantu seseorang dalam hidup. Mungkin naluri mempertahankan diri muncul, tetapi Anda tidak boleh melupakan konsekuensinya.

Berpura-pura percaya diri dan berani hanya bisa jadi cangkang, tapi di dalam hati ada sedikit pengecut, takut pada bayangannya sendiri, apalagi tindakan vital. Lebih baik tidak menjalin hubungan dengan orang seperti itu, karena seorang pengecut akan menyerahkan diri dan meninggalkan Anda pada saat yang paling tidak tepat, ketika Anda benar-benar membutuhkan bantuan.

Tentang hukuman bagi pengecut

Saya pernah mendengar dari seorang pangeran dan seorang komandan yang sangat penting bahwa seorang prajurit tidak dapat dihukum mati karena pengecut; Pendapat ini diungkapkannya di meja makan, setelah diberitahu tentang persidangan Monsieur de Vervain, yang dijatuhi hukuman mati karena penyerahan Boulogne.

Dan memang, menurut saya benar jika ada perbedaan yang jelas antara tindakan yang timbul dari kelemahan kita dan tindakan yang disebabkan oleh niat jahat. Dengan melakukan yang terakhir, kita secara sadar memberontak terhadap perintah nalar kita, yang tertanam dalam diri kita oleh alam itu sendiri, sedangkan, dengan melakukan yang pertama, menurut saya, kita akan memiliki alasan untuk merujuk pada sifat yang sama yang menciptakan kita begitu lemah. dan tidak sempurna; Inilah sebabnya mengapa banyak orang percaya bahwa kita hanya dapat dituduh bersalah atas hal-hal yang kita lakukan yang bertentangan dengan hati nurani kita. Hal ini sampai batas tertentu didasarkan pada pendapat orang-orang yang mengutuk hukuman mati bagi bidah dan orang-orang kafir, dan aturan yang menyatakan bahwa seorang pengacara dan hakim tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas kesalahan yang dilakukan karena ketidaktahuan dalam menjalankan tugasnya. kantor.

Adapun kepengecutan, seperti diketahui, cara paling umum untuk menghukumnya adalah penghinaan dan celaan umum. Dipercayai bahwa hukuman seperti itu pertama kali diperkenalkan oleh legislator Charond dan sebelum dia, hukum Yunani menghukum siapa pun yang melarikan diri dari medan perang dengan kematian; Ia malah memerintahkan agar buronan tersebut diarak selama tiga hari dengan mengenakan pakaian wanita di alun-alun kota, dengan harapan hal ini dapat bermanfaat bagi mereka dan aib akan memulihkan keberanian mereka. Suffundere malis hominis sanguinem quam efundere. Hukum Romawi, setidaknya di zaman kuno, juga menghukum mereka yang melarikan diri dari medan perang dengan hukuman mati. Jadi, Ammianus Marcellinus mengatakan bahwa sepuluh tentara yang membelakangi musuh selama serangan Romawi terhadap tentara Parthia dicopot pangkat militernya oleh Kaisar Julian dan kemudian dihukum mati sesuai dengan hukum kuno. Namun di lain waktu, untuk pelanggaran yang sama, ia hanya menghukum pelakunya dengan menempatkan mereka di antara para tahanan di dalam kereta. Meskipun orang-orang Romawi menghukum berat para prajurit yang melarikan diri setelah pertempuran Cannae, serta mereka yang berada dalam perang yang sama bersama Gnaeus Fulvius pada saat kekalahannya, namun dalam kasus ini hukuman mati tidak sampai pada mereka.

Namun, ada alasan untuk khawatir bahwa rasa malu tidak hanya membuat mereka yang dihukum dengan cara ini putus asa, dan tidak hanya membuat mereka tidak peduli sama sekali, tetapi terkadang membuat mereka menjadi musuh.

Di masa nenek moyang kita, Monsieur de Frange, yang pernah menjadi wakil panglima tertinggi pasukan Marsekal Chatillon, diangkat oleh Marsekal de Chabanne ke jabatan gubernur Fuentarabia menggantikan Monsieur du Lud, dan setelah menyerahkan kota itu kepada orang Spanyol, dihukum pencabutan gelar bangsawan, dan dirinya serta keturunannya dinyatakan sebagai rakyat jelata, ditugaskan ke kelas pembayar pajak dan dicabut hak untuk memanggul senjata. Hukuman berat ini dijatuhkan kepada mereka di Lyon. Selanjutnya, semua bangsawan yang berada di kota Giza ketika Pangeran Nassau masuk ke sana akan dikenakan hukuman yang sama; Sejak itu, beberapa orang lainnya mengalami hal yang sama.

Meskipun demikian, setiap kali kita melihat ketidaktahuan atau kepengecutan yang begitu besar dan nyata yang melampaui segala ukuran, kita berhak menyimpulkan bahwa terdapat cukup bukti adanya niat jahat dan niat jahat, dan menghukum mereka yang melakukan hal tersebut.

Dari buku Eksperimen oleh Montaigne Michel

Bab XXVII Kepengecutan adalah ibu dari kekejaman Saya sering mendengar pepatah: kepengecutan adalah ibu dari kekejaman. Saya sebenarnya telah mengamati dari pengalaman bahwa kekejaman yang mengerikan dan tidak manusiawi sering kali dipadukan dengan kepekaan perempuan. Saya telah bertemu dengan beberapa orang yang sangat kejam

Dari buku Nabi oleh Gibran Khalil

Tentang Kejahatan dan Hukuman Kemudian salah satu hakim kota itu maju ke depan dan berkata: Ceritakan kepada kami tentang Kejahatan dan Hukuman. Dan dia menjawab sambil mengatakan ini: Ketika rohmu mengembara, seperti mainan angin, Saat itulah kamu, sendirian dan tanpa perlindungan, dan melakukan kejahatan terhadap orang lain,

Dari buku `The Master and Margarita`: sebuah himne untuk demonisme? atau Injil iman yang tidak mementingkan diri sendiri pengarang Prediktor Internal Uni Soviet

Dari buku Montaigne M. Eksperimen. Dalam 3 buku. - Buku 1 oleh Montaigne Michel

Bab XVI TENTANG HUKUMAN BAGI PENGECUT Saya pernah mendengar dari seorang pangeran dan seorang komandan yang sangat penting bahwa seorang prajurit tidak dapat dihukum mati karena pengecut; pendapat ini diungkapkannya di meja makan, setelah dia diberitahu tentang persidangan M. de Vervain, yang dijatuhi hukuman

Dari buku Ide Rusia (bab) pengarang Nikolay Berdyaev

Bab VII Tema tentang kekuasaan. Anarkisme. Sikap Rusia terhadap kekuasaan. orang bebas Rusia. Membelah. Sektarianisme. Sikap kaum intelektual terhadap kekuasaan: di kalangan liberal, di kalangan Slavofil, Anarkisme. Bakunin. Semangat untuk menghancurkan adalah semangat kreatif. Kropotkin. Anarkisme agama: keagamaan

Dari buku Metafisika Kabar Baik pengarang Dugin Alexander Gelevich

Bab X Abad ke-20: kebangkitan budaya dan komunisme. Sumber kebangkitan budaya. Bangkitnya kegelisahan keagamaan dalam sastra. Marxisme Kritis dan idealisme& 1084;. Pencarian keagamaan di kalangan Marxis. Merezhkovsky. Rozanov. Menarik nilai-nilai spiritual

Dari buku Eksperimen (Volume 2) oleh Montaigne Michel

Bab XIV Kepala Malaikat Perawan Maria Yang Paling Murni memainkan peran penting tidak hanya dalam kultus Kristen, tetapi juga dalam metafisika Kristen. Aspek ini, serta pertanyaan mendasar lainnya dari metafisika ini, sering digambarkan dalam istilah simbolis, dan menjelaskannya.

Dari buku Mitos abad ke-20 pengarang Alfred Rosenberg

Dari buku Kuliah Filsafat Sastra pengarang Amelin Gregory

Dari buku Esai Sejarah Agama dan Ateisme pengarang Avetisyan Arsen Avetisyanovich

Dari buku Kamus Filsafat pengarang Comte-Sponville Andre

Dari buku penulis

Dari buku penulis

Dari buku penulis

Kuliah xii Citra St. Nicholas sang Pekerja Ajaib dalam Kejahatan dan Hukuman Terakhir kali kami berhasil melakukan rekonstruksi mendalam tentang apa yang tidak secara langsung hadir dalam Kejahatan dan Hukuman. Hari ini kita akan melanjutkan rekreasi kehadiran melalui ketidakhadiran. kamu

Dari buku penulis

Bab III. Roma Sejarah Kekaisaran Romawi adalah sejarah asal usul, pembentukan dan kematian sistem perbudakan kuno. Di sini perbudakan mencapai perkembangan klasiknya. Kontradiksi yang melekat dalam masyarakat budak secara umum paling jelas terlihat di Roma.

Dari buku penulis

Pengecut (L?chete) Kurangnya keberanian; bukan perasaan takut, tapi ketidakmampuan mengatasi rasa takut dan melawannya. Kepengecutan adalah keterlibatan dengan rasa takut diri sendiri, seperti ketundukan pada diri sendiri. Reaksi khas seorang pengecut adalah melarikan diri atau menutup mata rapat-rapat. DI DALAM

Seseorang menghabiskan seluruh hidupnya melawan ketakutannya. Mengatasinya membantu mencapai ketinggian baru dalam hidup, serta menerima definisi tinggi tentang “berani”. Jika tidak, Anda terus-menerus dihadapkan pada semacam batasan, sesuatu menghalangi dan tidak memungkinkan Anda untuk terbuka, dan Anda hanyalah seorang pengecut. Tema keberanian dan kepengecutan, perjuangan melawan ketakutan dan hasilnya telah menarik minat banyak penulis. LN tidak terkecuali. Tolstoy, yang merefleksikan banyak tema moral penting dalam novel utamanya, termasuk yang ini. Dalam artikel ini kami mencantumkan argumen ke arah “Keberanian dan Pengecut” dari karya “Perang dan Damai”.

1) Contoh keberanian sejati adalah karakter kecil namun mencolok - kapten staf artileri Tushin. Dalam kehidupan biasa, dia adalah orang yang rendah hati dan pemalu dengan mata yang sangat baik. Dalam pertempuran, ia memperoleh ketegasan, dengan berani mengambil alih komando dan memikul tanggung jawab. Selama Pertempuran Shengraben, baterai di bawah kepemimpinan Tushin mencapai prestasi nyata: para prajurit membakar desa Shengraben, perhatian Prancis terganggu dengan mulai memadamkannya, dan pasukan Rusia dapat mundur. Tapi mereka lupa tentang baterainya, tidak memberi perintah untuk mundur, dan tetap berada di bawah tembakan musuh. Tushin tidak melanggar perintah, tidak lari, aktif mendukung bawahannya, dan tidak bersembunyi di balik punggung mereka. Kapten tidak menampilkan tindakannya sebagai suatu prestasi, ia hanya membuat keputusan yang sesuai dengan konsepnya tentang kehormatan dan moralitas. Dalam pertempuran, Anda harus berjuang sampai akhir, kata Tushin. Bukankah ini keberanian yang sesungguhnya?

2) Di antara staf militer dan rombongan komandan jarang ada orang-orang pemberani, jika tidak mereka akan berperang. Zherkov, ajudan Bagration, ternyata adalah seorang pengecut. Pahlawan berperilaku seperti badut, memasang wajah, menirukan orang di belakang mereka, mencoba menghibur semua orang untuk menjilat; tidak mengherankan bahwa pada saat yang menentukan dia memilih minatnya. Dalam Pertempuran Shengraben, Zherkov menerima perintah paling penting: menyampaikan perintah mundur ke sayap kiri. Tapi pahlawan ini mengemudi ke arah yang benar, melihat bahwa itu berbahaya, bahwa bakat parodinya tidak akan membantu di sana, dan kembali lagi. Karena Zherkov, banyak orang tewas, baterai Tushin dan kompi Timokhin dibiarkan tanpa dukungan. Kepengecutan tidak hanya dapat merugikan diri sendiri, tetapi juga membahayakan orang lain, oleh karena itu harus diberantas dalam diri sendiri.

3) Kepengecutan dan keberanian tidak hanya terwujud dalam kehidupan militer, tetapi juga dalam kehidupan damai. Anatoly Kuragin mewakili kepengecutan mewah yang mengenakan bungkus yang indah. Dia bangsawan, kaya, tampan, berpendidikan tinggi, tapi dia bodoh, bejat, hanya tertarik pada kesenangan dan wanita. Dalam hubungannya dengan mereka kepengecutannya lebih terwujud. Dia diam-diam menikah dengan seorang gadis Polandia yang tidak dikenal, tetapi dia takut untuk mengakui hal ini kepada masyarakat, dan terutama dengan Natasha Rostova, yang hampir dia bujuk. Pertemuan rahasia, pelarian, pernikahan rahasia - semua faktor ini sudah mengkhawatirkan dan menunjukkan kemiskinan mental dan keengganan untuk bertanggung jawab atas tindakannya. Kepengecutan adalah sahabat setia kejahatan, hal ini dapat dilihat pada contoh Anatole, oleh karena itu penting untuk melawan kualitas ini.

4) Andrei Bolkonsky adalah salah satu pahlawan favorit L.N. Tolstoy, oleh karena itu ia menggabungkan kualitas terbaik seseorang, meskipun ia bukannya tanpa kekurangan. Andrei benar-benar berperang dengan Napoleon pada tahun 1805, melarikan diri dari cahaya yang menyesakkan, pernikahan yang gagal, dan kekecewaan dalam hidup. Pahlawan menyukai Napoleon, dia ingin menjadi terkenal seperti dia, menunggu “Toulonnya”, seperti idolanya. Bolkonsky bermimpi memimpin pasukannya ke dalam pertempuran tanpa harapan dan membawanya menuju kemenangan. Dan dia benar-benar berusaha, mengambil spanduk dan bergegas maju, mengabaikan rasa takut dan rasa mempertahankan diri. Setelah itu, sang pahlawan terluka parah, dan kerabatnya mengira dia telah meninggal. Dengan menggunakan teladan Andrei, pembaca memahami bahwa keberanian adalah kualitas positif, namun tidak boleh berubah menjadi kecerobohan, dan suatu prestasi tidak boleh dicapai atas nama diri sendiri.

5) Natasha Rostova adalah salah satu karakter utama novel. Dia menggabungkan yang terbaik, menurut Leo Tolstoy, kualitas feminin: pengertian, lincah, mampu mendengarkan (walaupun tidak selalu mengerti). Namun, sang pahlawan wanita memiliki keteguhan, kemauan keras, ketekunan, dan keberanian dalam situasi sulit. Perang Patriotik tahun 1812 adalah situasi yang demikian bagi gadis itu. Ketika keluarganya meninggalkan Moskow, Natasha bertanggung jawab atas segalanya: dia membantu mengangkut yang terluka, dan mulai merawat Pangeran Andrei Bolkonsky yang sekarat. Dia tidak mencapai prestasi, tidak memimpin pasukan, tetapi tindakannya tidak kalah berani. Lagi pula, tidak semua orang bisa berlama-lama demi orang asing di bawah ancaman kematian; melihat seseorang mati dan Anda tidak dapat membantu - dibutuhkan banyak keberanian. Dengan menggunakan contoh Natasha, pembaca memahami bahwa Anda bisa menjadi pemberani tidak hanya di medan perang, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari.

Menarik? Simpan di dinding Anda!